Minggu, 18 Mei 2008

TULISAN TERBARU MAHMUD JAUHARI ALI

Menggagas Kongres Bahasa Banjar

Mahmud Jauhari Ali
Pencinta Bahasa dan Sastra

Berdasarkan hasil penelitian Pusat Bahasa, terdapat sebanyak 726 bahasa daerah yang tersebar di wilayah Indonesia. Bahasa daerah sebenarnya bukan hanya sebagai pemerkaya bahasa nasional, tetapi juga menjadi pemerkaya bangsa Indonesia. Bahasa-bahasa daerah hidup dan berkembang jauh lebih lama daripada bahasa Indonesia yang lahir dari bahasa Melayu pada tanggal 28 Oktober 1928. Kenyataan lainnya, sebagian besar penduduk Indonesia lebih dahulu menguasai bahasa daerah masing-masing sebelum menguasai bahasa Indonesia. Salah satu dari 726 bahasa daerah tersebut adalah bahasa Banjar. Bahasa Banjar merupakan realitas yang hidup dari dahulu hingga sekarang. Pemakaian bahasa Banjar sangat luas, bukan hanya di provinsi asalnya, yakni Kalimantan Selatan, tetapi juga dipakai di provinsi-provinsi lain. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, seperti hasil penelitian Djebar, dkk dapat kita simpulkan bahwa bahasa Banjar terbagi atas dua dialek. Kedua dialek dalam bahasa Banjar itu adalah dialek Banjar Kuala dan dialek Banjar Hulu. Pembicaraan mengenai bahasa Banjar secara serius dalam perkembangannya sangat perlu diadakan mengingat membanjirnya budaya luar yang memengaruhi pemakaian bahasa Banjar.
Pembicaraan yang serius itu tentunnya perlu sebuah forum untuk mengungkapkan segala hal berkaitan dengan bahasa Banjar dari berbagai pihak yang peduli dengan kehidupan bahasa Banjar. Mengingat pemakaian bahasa Banjar yang semakin luas dan sudah adanya kongres-kongres bahasa daerah, seperti kongres bahasa Jawa, kongres bahasa Madura, dan kongres bahasa Sunda sehingga dipandang perlu diadakan kongres bahasa Banjar sebagai sebuah forum di Bumi Antasari ini. Dalam kongres bahasa Banjar tersebut diharapkan akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan bahasa Banjar, antara lain adalah masalah kodifikasi bahasa Banjar, kamus bahas Banjar, tata bahasa baku bahasa Banjar, pedoman umum ejaan bahasa Banjar yang disempurnakan, kosakata dan istilah bahasa Banjar, masalah pengajaran dan pendidikan bahasa Banjar, dan masalah penyelidikan dan pengembangan bahasa Banjar. Intinya banyak hal yang harus dibicarakan dalam kongres itu.
Dengan demikian, alangkah baiknya jika di Provinsi Kalimantan Selatan diadakan kongres bahasa Banjar untuk memajukan bahasa Banjar dalam pelestariannya sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia. Mengingat bahasa Banjar besifat dinamis, maka juga dipandang perlu adanya kongres bahasa Banjar berikutnya. Artinya, jika kongres bahasa Banjar yang pertama sudah diselenggarakan, selama kurang lebih lima tahun berikutnya diadakan kembali kongres bahasa Banjar yang kedua dan begitu pula diusahakan akan ada kongres bahasa Banjar yang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Misalnya, penyelenggaraan kongres bahasa Banjar yang pertama diadakan pada tahun 2008, kongres bahasa Banjar berikutnya yang kedua diadakan pada tahun 2013, kongres bahasa banjar ketiga pada tahun 2018 dan begitu seterusnya.
Berupaya melestarikan bahasa Banjar bukan bararti kita bersifat fanatik dan berpaham sukuisme, melainkan kita adalah generasi penerus yang sadar betapa pentingnya bahasa Banjar sebagai pemerkaya bangsa Indonesia sekaligus menghargai dan melestarikan warisan nenek moyang orang Banjar. Bahkan, sebenarnya melestarikan bahasa Banjar merupakan bukti kesyukuran kita kepada Tuhan YME atas nikmat berupa alat komunikasi yang bernama bahasa Banjar. Selain alasan-alasan pelestarian bahasa Banjar di atas, pelestarian bahasa Banjar berkaitan pula dengan keberagaman bahasa yang ada di Indonesia. Bukankah negara Indonesia adalah negara yang ber-bhinneka tunggal eka? Jika bahasa-bahasa daerah termasuk bahasa Banjar tidak kita lestarikan sehingga hilang di masa yang akan datang, maka hanya ada bahasa Indonesia di negara kita. Hal ini berarti, dari segi bahasa tidak ada lagi yang namanya bhinneka tunggal eka karena tidak ada lagi yang berbeda, semuanaya sama, yakni bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pelestarian bahasa Banjar sangatlah perlu kita lakukan. Saat ini sudah ada gejala mulai hilangnya bahasa Banjar, yakni semakin maraknya pemuda-pemudi Banjar yang memakai bahasa gaul. Mereka lebih bangga menggunakan bahasa gaul daripada menggunakan bahasa Banjar. Gejala lain adalah adanya pemakaian kata-kata asing dalam bahasa Banjar (interferensi atau pengacauan)
Oleh karena hal-hal di atas, sudah waktunya kini diselenggarakan sebuah kongres bahasa Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan. Dalam kongres itu diharapkan para ahli bahasa Banjar, tokoh masyarakat Banjar, guru, siswa dan mahasiswa, serta kaum intelektual lainnya bertemu dan saling mengemukakan persoalan-persoalan bahasa Banjar dalam perkembangannya dan pelestariannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAKAN ANDA BERKOMENTAR!