Memanfaatkan Mimpi dalam Pembelajaran Sastra
di Sekolah
Mahmud Jauhari Ali
Pencinta Bahasa dan Sastra
Mahmud Jauhari Ali
Pencinta Bahasa dan Sastra
Siapa yang tidak pernah bermimpi dalam tidurnya? Saya rasa semua orang pernah bermimpi. Mimpi dapat berupa hal yang indah dan dapat juga berupa hal yang menakutkan. Menurut Sutejo (2004) dalam Paryono (2008: 224) mimpi merupakan lorong rahasia menuju alam kesadaran lain, di luar tingkat gelombang alpha menuju tingkat tidur delta dan theta. Banyak tokoh dunia seperti R.L. Stevenson dan Stephen King mengaku bahwa karya-karya besar mereka lahir dari mimpi yang indah. Bahkan Bette Nesmith Graham menciptakan kertas cair (cairan penghapus ) sesudah suatu mimpi memberikan dia ide tersebut. ciptaannya itu menghasilkan uang lima puluh dolar menjelang kematiannya pada tahun 1980 (Paryono, 2008:224). Di antara mimpi-mimpi kita, ada mimpi yang berkesan dan dapat kita ceritakan kembali kepada orang di sekitar kita saat mata kita sudah terbuka lebar.
Sehubungan dengan mimpi yang dapat diwujudkan tersebut, kita juga dapat memanfaatkan mimpi dalam pembelajaran sastra di sekolah, yakni dalam hal penciptaan karya sastra. Para siswa dapat menggunakan mimpi mereka untuk membuat cerpen, puisi, dan juga naskah drama. Dalam mimpi, kita melihat tokoh-tokoh imajinatif yang berperan sebagai tokoh antogonis dan tokoh protagonis. Tempat kejadian, konflik, dan alur cerita juga ada dalam mimpi kita. Hal ini dapat kita maksimalkan dalam bentuk cerita fiksi. Pemanfaatan mimpi ini menurut saya sangat bagus jika diterapkan di sekolah dalam pembelajaran sastra. Mengapa saya katakan sangat bagus? Karena, pemanfaatan mimpi ini dalam pembelajaran sastra langsung kepada kegiatan praktik membuat karya sastra. Selama ini di sekolah-sekolah sebagian besar para guru hanya memberikan materi pembuatan karya sastra dan kurang mengoptimalkan kemampuan siswa dalam membuat karya sastra. Pembelajaran dengan mimipi ini mengacu kepada pembelajaran aktif, kreatif, edukatif, dan menyenangkan dengan melibatkan kemampuan siswa. Dengan kata lain, pembelajaran dengan mimpi ini menerapkan pembelajaran inovatif dan kontekstual.
Merupakan sebuah kenyataan bahwa masih ada guru di sekolah yang memahami teori sastra, tetapi tidak menyukai karya sastra. Ada juga guru yang menyukai karya sastra, tetapi tidak memiliki teori menulis karya sastra. Ada lagi guru yang tidak menyukai sastra dan tidak memahami bagaimana cara menulis karya sastra. Hal ini diperparah dengan adanya guru mata pelajaran lain yang mengajar mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Dengan memanfaatkan mimpi ini, para guru dapat memotivasi dan membatu para siswa mereka dalam menulis karya sastra.
Pertanyaannya sekarang adalah, bagamainakah caranya memanfaatkan mimpi dalam pembelajaran sastra itu? Dalam pembelajaran konstektual, secara umum memunyai tahapan cara yang dibedakan antara guru dan sisiwa. Tahapan cara yang dilakukan guru dalam pembelajaran ini adalah (1) menjelaskan prosedur kegiatan menulis karya sastra, (2) memberikan contoh karya sastra, (3) bertanya-jawab dan menggali daya imajinasi siswa tentang karya sastra sebagai sumber gagasan tulisan, dan (4) membimbing siswa bercurah pendapat dengan merumuskan tema, penokohan, alur, latar, dan konflik yang menjadi landasan pengembangan kreativitas menulis karya sastra.
Tahapan cara yang dilakukan siswa pada tahap penulisan karya sastra adalah (1) mengembangkan gagasan menjadi draf (racangan) karya sastra dengan bimbingan guru, (2) membacakan draf dan menyampaikan masukan dari segi isi dan pilihan kata (diksi) karya sastra, (3) melakukan revisi berdasarkan masukan guru dan siswa lain, (4) mengembangkan draf menjadi tulisan yang utuh dengan melibatkan daya imajinasi dan daya kreasi mereka masing-masing, (5) membacakan hasil tulisan mereka dan memublikasikan karya sastra mereka di majalah dinding atau mengirimkannya ke media massa. Lebih baik lagi tulisan mereka dikumpulkan menjadi sebuah buku antologi sastra yang dapat menambah koleksi bahan bacaan di perpustakaan.
Tidak ada salahnya ‘kan mencoba pembelajaran sastra dengan memanfaatkan mimpi ini? Sudah saatnya para siswa tidak hanya tahu pengetahuan tentang karya sastra, melainkan juga mereka mahir membuat karya sastra yang hasilnya dapat dinikmati dan diambil manfaatnya bagi orang lain. Bagaimana menurut Anda?
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAKAN ANDA BERKOMENTAR!