________________________________________________
BERANDA :: ALAMAT :: POS-EL :: TELEPON :: BUKU TAMU
_________________________________________________
Berbahasa harus Ditunjang
Kecerdasan Emosi, Sosial, dan Spritual
Mahmud Jauhari Ali
=====Kadang-kadang kita mendengar orang berbicara dengan menggunakan kata-kata makian yang kasar dan diucapkan dengan nyaring. Teman bicara yang merespon ucapan seperti itu kadang ada yang ikut marah, ada yang menangis, dan ada juga yang menyikapinya dengan bijaksana. Apa yang akan Anda lakukan setelah ada seseorang yang mengucapkan kata-kata kasar dan nyaring kepada Anda? Jika Anda orang yang emosional, mungkin Anda akan marah atau bisa juga menangis. Lain halnya jika Anda menyikapinya dengan sabar, masih menghormati pembicara, dan hal itu Anda sadari sebagai salah satu cobaan dari Tuhan, maka Anda akan bersikap bijak terhadap pembicara tersebut. Pembicara tersebut melakukan tindak berbahasa yang tidak baik, sekalipun dengan struktur bahasa yang benar.
=====Apa pun bahasa yang kita gunakan, jika ternyata tindak berbahasa yang kita lakukan itu membuat orang lain merasa tidak nyaman, maka kita belum berbahasa dengan baik. Selama ini masih ada orang beranggapan bahwa yang penting adalah berbahasa sesuai kaidah bahasa. Anggapan seperti itu sebenarnya tidak salah karena kita memang harus berbicara sesuai dengan kaidah bahasa. Namun, kita jangan lupa bahwa selain memperhatikan kedua hal tersebut, kita juga harus melibatkan kecerdasan emosi, sosial dan kecerdasan spiritual kita.
Kompetensi Berbahasa
=====Berbahasa hanya dapat dilakukan jika ada kompetensi berbahasa dalam diri setiap penutur bahasa. Seseorang dapat mengucapkan kata makan, minum, dan kenyang atau merangkaikan kata-kata menjadi sebuah kalimat, jika ia memiliki kompetensi berbahasa. Kompetensi berbahasa yang berupa pengetahuan-pengetahuan bahasa yang memungkinkan seseorang dapat berbahasa, meliputi pengetahuan berupa perbendaharaan kosakata dan kaidah kebahasaan. Kompetensi berbahasa dapat kita katakan dengan IQ atau kecerdasan intelegensi. Kecerdasan intelegensi ini memungkinkan sesorang mengembangkan beberapa puluh huruf menjadi kalimat yang tak terhingga jumlahnya.
=====Sebagian besar orang tua lebih mengutamakan IQ ini dimiliki anak-anak mereka daripada kecerdasan-kecerdasan lainnya. Banyak orang tua yang memasukkan anak-anak mereka ke kursus bahasa dengan harapan anak-anak mereka mahir berbahasa. Orang tua mengharapkan anak mereka tidak hanya mahir berbahasa dalam satu bahasa, melainkan mahir dalam beberapa bahasa, misalnya mahir berbahasa Inggris sesudah mahir berbahasa
=====Apalah artinya seseorang mahir berbahasa atau mahir dalam hal lainnya, jika ia tidak dapat menahan marah, selalu sombong, selalu merasa tersaingi oleh keberadaan orang lain, mudah frustasi, curiga yang besar kepada setiap orang, tidak mau membantu sesama, tidak menghargai hasil karya orang lain, tidak ramah, tidak tahu terima kasih, tidak menyadari manusia itu hanya makhluk yang memiliki keterbatasan kemampuan, tidak mudah bersyukur kepada Tuhan YME, dan hal lainnya yang seharusnya mereka miliki. Kecerdasan-kecerdasan ini sangat menunjang kemahiran berbahasa seseorang. Bayangkan seseorang yang mahir berbahasa, tetapi ia tidak memiliki kecerdasan emosi, ia akan mengucapkan kata-kata yang menyakiti orang lain, walaupun dengan kaidah yang benar. Bahkan ada dosen Bahasa Indonesia yang membuat mahasiswanya menangis karena kata-katanya yang menyakitkan hati.
Antara IQ dan Kecerdasan lainnya
=====Kecerdasan intelegensi dalam kaitannya dengan bahasa adalah kompetensi berbahasa. Kompetensi berbahsa ini sangat penting kita miliki dalam melakukan tindak berbahasa dengan orang lain. Tanpa kompetensi berbahasa kita tidak akan dapat berbahasa. Akan tetapi, kompetensi berbahasa harus ditunjang dengan kecerdasan-kecerdasan lainnya untuk lebih mengoptimalkan ujaran dan tulisan yang kita hasilkan. Apa saja kecerdasan yang menjadi penunjang kemahiran berbahasa Anda?
=====Kecerdasan-kecerdasan yang menunjang kemahiran berbahasa setiap orang adalah kecerdasan emosi, sosial, dan kecerdasan spiritual. Ketiga kecerdasan ini harus kita kuasai sebagai jembatan menuju kemahiran berbahasa yang diharapkan. Seseorang yang dalam hidupnya dipenuhi rasa curiga, mudah marah, cepat frustasi, dendam yang berkepanjangan, takut tersaingi oleh orang lain, dan selalu cemas dalam menghadapi masalah, maka ia belum memiliki kecerdasan emosi. Orang yang seperti ini, jika ia berbahasa tidak akan berbahasa dengan baik. Orang yang gemar curiga terhadap rekan kerja di kantor misalnya, ia akan berbahasa yang berkesan sinis kepada rekan kerjanya. Hal ini mengakibatkan hubungan kerja yang kurang harmonis. Sebaliknya, seseorang yang tidak memilki sifat seperti itu akan menciptakan hubungan kerja yang harmonis.
=====Dalam hubungannya dengan tindak berbahasa, kecerdasan sosial sangat menunjang kemahiran berbahasa seseorang. Sebagai contoh, orang Banjar menggunakan kecerdasan sosial ketika mereka mengucapkan kata ulun yang artinya saya dan pian yang artinya Anda dalam berbahasa Banjar dengan orang yang lebih tua daripada mereka sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yag lebih tua. Begitu pula halnya dengan orang Jawa yang menggunakan bahasa Kromo Inggil saat berbahasa dengan orang yang lebih tinggi tingkat sosialnya atau yang lebih tua usianya daripada mereka. Dalam bahasa Indonesia pun ada kata aku dan saya yang digunakan dalam saat yang berbeda. Saat kita berbicara dengan orang yang seusia atau setingkat dengan kita, kita menggunakan kata aku. Akan tetapi, ketika kita berbahasa dengan orang yang lebih tua usianya atau lebih tinggi tingkat sosialnya daripada kita, kita menggunakan kata saya.
=====Berbahasa tentu tidak hanya dengan orang yang lebih tua atau yang tingkat sosialnya lebih tinggi daripada kita, tetapi juga dengan orang yang seusia atau yang setingkat, bahkan dengan yang lebih muda atau yang lebih rendah tingkat sosialnya daripada kita. Dalam hal ini kecerdasan sosial sangat menunjang kemahiran berbahasa kita. Jika kita berbicara dengan yang setara dengan kita, berbahasalah yang sopan, begitu pula dengan yang lebih muda atau yang lebih rendah tingkat sosialnya daripada kita sekalipun. Kita harus menaruh rasa hormat kepada siapa saja dengan berbahasa yang baik kepada teman bicara kita. Jangan karena usia kita lebih tua atau tingkat sosial kita lebih tinggi daripada teman bicara, kita dapat berbahasa yang kurang sopan dengan kata-kata yang kasar dan tidak pantas diucapkan kepada teman bicara kita tesebut, sekalipun sesuai kaidah!
=====Kita juga harus menyadari bahwa kita adalah makhluk yang diciptakan Tuhan YME dengan ketebatasan kemampuan. Kita dipandang sama oleh Tuhan YME, tidak peduli kita kaya atau miskin, cantik atau buruk muka, cerdas atau idiot, berkulit hitam atau kuning. Kita juga harus sadar bahwa terkadang kita ditempatkan Tuhan YME di tempat yang tinggi dan terkadang kita juga di tempatkan-Nya di tempat yang agak rendah. Dengan kecerdasan spiritual seperti itu, kita tentu akan berbahasa dengan baik kepada siapa saja, termasuk kepada Tuhan YME saat kita berdoa kepada-Nya.
=====Ketika kita diberi kelebihan harta atau hal lainnya dari Tuhan YME, kita wajib mensyukurinya. Kita tidak boleh sombong dengan kelebihan tersebut. Berbahasa yang baik kepada orang lain merupakan bukti bahwa kita bukanlah orang yang sombong dan sekaligus bukti bahwa kita mengenal diri kita sebagai makhluk Tuhan YME dan juga mengenal Tuhan YME. Sebagai makhluk Tuhan YME, kita harus menyadari keterbatasan kita dalam melakukan sesuatu. Kita tidak akan dapat melakukan sesuatu tanpa izin-Nya. Ketika kita menginginkan sesuatu dan ternyata kita tidak dapat mencapai target yang kita inginkan, maka kita akan sadar betapa kecilnya kita. Saat seperti itulah kita benar-benar mengharapkan pertolongan-Nya yang memiliki kekuatan yang jauh lebih besar daripada kita.
Ass.
BalasHapusKecerdasan emosi, sosial, dan spritual mempengaruhi seseorang dalam berbahasa dan bagaimana ia memberikan respon terhadap tindak berbahasa orang lain.
Adakah seseorang berbahasa dengan baik dan benar, sementara ia sangat terbatas dalam kecerdasan emosi, sosial, dan spritual?
Wa'alaikumussalam w.w.
BalasHapusYa, saya setuju.
Orang itu hanya berbahasa secara benar. Selebihnya, ah!
hati yang tenang meninggalkan jejak bahasa yang tenang. kyaitukah?
BalasHapusYa kah? Ha ha ha ha....
BalasHapusBukan hanya jejaknya, tetapi dengan iman di hati bahasa pun terdengar dan terbaca syahdu. Apalagi jika sengaja didengar dan dibaca oleh sang penyimak dan pembaca.