Sabtu, 09 Agustus 2008

________________________________________________

BERANDA :: ALAMAT :: POS-EL :: TELEPON :: BUKU TAMU

_________________________________________________

=========

TULISAN TERBARU MAHMUD JAUHARI ALI

(klik "BERANDA" untuk kembali ke menu utama laman ini)

==========================================================

Publikasi Sastra: Surat Kabar, Tabloid, Laman, dan Majalah


Mahmud Jauhari Ali

Pengurus Komunitas Sastra Indonesia Cabang Kertak Hanyar

Pengelola www.mahmud-bahasasastra.co.cc


=====Hari ini, tanggal 29 Maret 2009, saya tercengang dengan adanya tulisan berjudul Bengkel Sastra di Kotabaru yang terbit di SKH Radar Banjarmasin. Tulisan itu merupakan sebuah tanggapan terhadap tulisan berjudul Sastrawan Palgiat Vs Sastrawan Gila Hormat karangan M. Nahdiansyah Abdi dengan tanggal terbit 22 Maret 2009 di surat kabar harian yang sama. Mengapa saya tercengang? Hal itu disebabkan dalam tulisan itu terdapat pemublikasian kegiatan Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan yang bernama bengkel sastra. Pemublikasian ini sebenarnya juga merupakan dokumentasi pertama kalinya yang dapat dibaca oleh khalayak ramai atas kegiatan UPT Pusat Bahasa tersebut di Kalimantan Selatan oleh seorang Helwatin Najwa. Mengapa pula saya katakan sebuah dokumentasi yang pertama kalinya? Karena, selama ini Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan belum pernah mendokumentasikan sendiri kegitan-kegiatannya di media massa yang disaksikan oleh masyarakat luas di Kalimantan Selatan.

=====Dalam tulisan Najwa itu, ia sempat menyebutkan pernah jalan-jalan di Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan dan menonton pelatihan bengkel drama atau lebih tepatnya bengkel sastra untuk bidang drama pada tahun 2007 lalu. Menurut saya pemberitahuan ini tidak sejalan dengan salah satu isi tulisan Najwa pada awal 2008 yang telah lewat. Dalam tulisannya pada awal tahun 2008 itu ia menyatakan bahwa Balai Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan belum menunjukkan keseriusannya di bidang sastra. Atau jangan-jangan, dengan bengkel sastra di bidang drama tahun 2007 dan bengkel sastra tahun 2009 di Kotabaru itu, Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan belum menunjukkan keseriusannya dalam dunia sastra di mata Hewalin Najwa? Entahlah? Ah sudahlah! Saya tidak mau berlama-lama mempermasalahkan hal terakhir tadi karena hal itu tidaklah terlalu penting bagi kita. Hal yang menurut saya perlu menjadi perhatian kita adalah pemublikasian kegiatan-kegiatan Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan di tengah masyarakat. Pemublikasian ini sangat perlu mereka lakukan agar kegiatan-kegiatan Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan itu diketahui oleh masyarakat yang membiayai hidup matinya instansi tersebut. Tentunya yang tidak kalah pentingnya adalah pemublikasian karya-karya sastra oleh para sastrawan di Provinsi Kalimantan Selatan secara terus-menerus dengan semangat juang yang tinggi.

Pemublikasian dapat dilakukan dengan berbagai media. Bisa lewat surat kabar, tabloid, buletin, majalah, buku, radio, televisi, dan juga melalui laman. Akan tetapi, dalam tulisan ini saya hanya akan membicarakan surat kabar ,tabloid, laman, dan majalah sebagai media-media yang berperan penting dalam kehidupan sastra di Provinsi Kalimantan Selatan.


Surat Kabar Harian dan Tabloid

Tidak semua surat kabar harian dan tabloid di provinsi ini memuat kolom sastra. Akan tetapi, hal itu tidak menjadi alasan bagi kita tidak menulis sastra di surat kabar dan tabloid. Menurut hemat saya, surat kabar dan tabloid merupakan pilihan yang sangat bagus untuk memublikasikan karya-karya sastra, termasuk juga dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan seperti yang dilakukan Najwa dengan tulisannya tersebut. Khusus untuk publikasi hal terakhir tadi, surat kabar dan tabloid yang dipilih bukanlah surat kabar dan tabloid yang hanya dinikmati oleh segelintir orang atau yang lebih dikenal dengan surat kabar intern. Akan tetapi, surat kabar dan tabloid yang harus dipilih Balai Bahasa Provinsi Kaliantan Selatan untuk pemublikasian kegitan-kegiatan yang telah, sedang, atau pun yang belum dilaksanakan instansi itu adalah surat kabar dan tabloid yang merakyat. Setuju?

Sebenarnya bukan hanya kegiatan-kegiatan sastra saja yang harus dipublikasikan pihak Balai Bahasa Provinsi Kalimanan Selatan di surat kabar dan tabloid, tetapi juga tulisan-tulisan sastra oleh orang-orang di dalamnya. Selama ini jarang kita temukan tulisan para orang Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan di surat kabar dan tabloid. Hanya ada tiga nama orang Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan yang pernah menulis dalam surat kabar harian dan juga tabloid di provinsi ini. Ketiganya itu adalah Rissari Yayuk, Yuliati Puspita Sari dan Saefuddin. Lalu ke mana kah yang lainnya sehingga tidak menulis? Padahal sebenarnya meraka dapat memberikan warna baru di dunia sastra provinsi ini dengan pengetahuan ala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan yang mereka miliki. Bukankah dengan hadirnya tulisan-tulisan mereka di belantikan sastra Kalimantan Selatan akan lebih baik bagi provinsi ini? Karena itulah, seharusnya mereka menulis di surat kabar dan tabloid untuk kemajuan kita bersama. Setujukah Anda?

Dengan tulisan ini saya mengajak rekan-rekan dari Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan untuk menulis di surat kabar dan tabloid di provinsi ini. Jadi, alangkah baiknya kita memanfaatkan surat kabar dan tabloid yang merakyat untuk memublikasikan karya-karya sastra kita dan juga kegiatan-kegiatan sastra kepada masyarakat luas.


Laman Kesastraan

=====Sehubungan dengan kemajuan ilmu dan teknologi, kita masing-masing dapat memublikasikan karya sastra di laman (blog). Pemublikasian karya sastra dan hal-hal lainnya di laman lebih memudahkan kita untuk saling berinteraksi dan berbagi pengetahuan dengan masyarakat di belahan bumi mana pun. Jika kita kaitkan kebermanfaatan laman bagi dunia sastra, setiap UPT Pusat Bahasa yang merupakan lembaga penelitian yang sarat dengan keilmuan dan kepakaran di bidang bahasa dan sastra seharusnya memiliki sebuah laman resmi. Mengapa saya katakan seharusnya? Karena, dengan adanya laman resmi tersebut, masyarakat akan dapat melihat kegiatan-kegiatan instansi yang mereka biayai, masyarakat juga dapat bertanya seputar bahasa dan sastra, memberikan komentar dan saran, berdiskusi, dan dapat mendapatkan pengetahuan dari disiplin linguistik dan sastra di sana. Alangkah baiknya bukan jika Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan memiliki laman resmi?

=====Dengan adanya laman itu insya Allah, hubungan sastrawan dan Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan juga akan lebih erat dalam usaha memajukan sastra di Kalimantan Selatan. Kedua belah pihak akan lebih mudah berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Komunikasi yang saya maksud di sini adalah komunikasi dalam kaitannya dengan dunia sastra Kalimantan Selatan dalam nuansa persaudaraan yang indah. Saya berharap Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan sesegera mungkin membangun kantor baru di dunia maya yang lebih komunikatif daripada kantor lama di Jalan Jend. A. Yani Km 32,200 sekarang ini. Sebagian besar balai bahasa lainnya juga sudah memiliki laman resmi mereka, seperti www.balaibahasabandung.web.id. Jadi, tidak ada alasan lagi dari pihak Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan untuk tidak membuat kantor baru di dunia maya.


Majalah Sastra

=====Nahdiansyah dan Najwa dalam tulisan mereka juga menyebutkan majalah Horison dan anak-anak sekolah. Majalah sastra ini memang sangat bagus untuk proses pendidikan bagi anak-anak sekolah. Selain mereka dapat mengetahui karya-karya sastra yang baik dan juga pengetahuan sastra di dalamnya, mereka juga dapat turut serta aktif berkarya di majalah sastra terbitan Jakarta itu. Namun demikian, sangat disayangkan majalah ini merupakan majalah sastra yang tidak tersebar luas di Kalimantan Selatan. Di Banjarmasin saja, kita hanya dapat memperolehnya di toko buku besar. Itu pun dalam jumlah yang sedikit. Kita mudah mendapatkannya jika kita mau berlangganan majalah itu. Menjadi tidak masalah apabila pihak sekolah berlangganan majalah Horison. Akan tetapi, bagaimana dengan sekolah yang tidak berlangganan majalah sastra tersebut?

Jika kita kaitkan antara majalah sastra dan Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan yang juga berkecimpung dalam dunia sastra, muncul sebuah pertayaan. Mengapa instansi itu tidak membuat majalah sastra di Kalimantan Selatan untuk mewadahi geliat bersastra sastrawan dan anak-anak sekolah di provinsi ini? Seharusnya, untuk mewadahi berbagai tulisan sastra hasil karya urang banua, Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan harus membuat majalah sastra yang disebarkan di tengah masyarakat provinsi ini. Dengan majalah itu, masyarakat akan lebih memiliki media sastra untuk melengkapi kepustakaan mereka.

Bayangkan saja, bagaimana mungkin hasil bengkel sastra dapat lebih disalurkan para siswa alumni bengkel sastra sedangkan pihak Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan sendiri tidak menyediakan wadah berupa majalah sastra untuk menampung karya-karya anak-anak alumni bengkel sastra mereka itu? Majalah sastra harus diproduksi Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan guna menjadi wadah karya sastra para sastrawan dan anak-anak sekolah di provinsi ini, seperti halnya majalah Horison terbitan Jakarta itu.

Saya yakin, dengan pertolongan-Nya dan dengan usaha yang gigih, Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan mampu membuat dan menyebarkan majalah sastra mereka yang memuat karya-karya urang banua di tengah masyarakat Kalimantan Selatan.


Bagian Akhir

=====Pemublikasian tulisan-tulisan sastra dan kegiatan-kegiatan sastra perlu dilakukan di surat kabar, tabloid, laman, dan juga majalah sastra. Perlu adanya pemublikasian karena dengan pemublikasian tersebut, masyarakat di provinsi ini akan mendapatkan pengetahuan di bidang kesastraan dan juga mendapatkan pengetahuan tentang hidup dan kehidupan. Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan sebagai sebuah lembaga yang juga berkecimpung di bidang sastra, seharusnya membuat laman resmi mereka dan juga majalah sastra guna pemublikasian sastra. Mengingat pemublikasian sastra itu penting, marilah kita publikasikan karya-karya sastra dan juga kegiatan-kegiatan sastra di media-media kepada masyarakat Kalimantan Selatan. Akhirnya, semoga tulisan saya yang secuil ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Selamat berkarya!

______________________________________________________

Ayo Contreng Nomor ...! : Benar atau Salah?

(Tanggapan terhadap Kekeliruan dalam Penggunaan Bahasa pada Pemilu Tahun 2009)

Mahmud Jauhari Ali

Tenaga Teknis di Ligkungan Pusat Bahasa

Pengurus Komunitas Sastra Indonesia Cabang Kertak Hanyar

Pengelola www.mahmud-bahasasastra.co.cc


=====Pemilu tahun ini ada yang berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Dalam pemilu sebelumnya, orang berbondong-bondong memilih calon DPD, DPRD, DPRRI, presiden, dan juga wakil presiden dengan cara mencoblos. Karena itu, kata yang paling sering muncul dari para calon wakil rakyat, wapres, dan cawapres adalah kata coblos. Misalnya, “Ayo coblos nomor 20!” Akan tetapi, pada pemilu tahun ini kata coblos itu tidak dipakai lagi dalam kampanye politik. Hal itu disebabkan oleh cara memilih calon wakil rakyat, calon presiden, dan calon wakil presiden tidak lagi dengan cara mencoblos, melainkan dengan cara memberikan tanda seperti huruf V dengan memanjangkan garis miring sebelah kanannya pada kertas suara secara langsung, bebas, dan rahasia. Tanda ini dikenal juga dengan tanda koreksi dalam lembar jawaban siswa atau mahasiswa. Dalam pemilu tahun 2009 ini tanda itu dikenal masyarakat sekarang dengan kata contreng. Karena itulah, kata contreng langsung naik daun bak selebritas di negara ini.

=====Sudah benarkah penggunaan kata contreng itu dalam pemilu yang diadakan secara nasional pada tahun 2009 ini? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia cetakan terbaru, terbitan 2008, terdapat kata contreng. Namun dengan adanya kata contreng dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, masalahnya belum berakhir sampai di situ. Kata contreng dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia termasuk ragam cakapan yang ditandai dengan cak di belakang kata itu. Ragam cakapan dalam kaitannya dengan kata contreng di sini maksudnya adalah kata itu digunakan dalam ragam takbaku, alias ragam daerah. Lalu, dari daerah manakah mulanya kata contreng itu diperkenalkan sehingga sangat tenar dalam dunia politik Indonesia sekarang?

Setelah saya mencari tahu tentang itu, ternyata orang Jakarta bilangnya nyontreng. Dalam hal berbahasa, di daerah Jakarta kata yang berawal huruf C jika dikaitkan dengan perbuatan aktif, huruf C itu akan berubah menjadi NY. Misalnya, curi menjadi nyuri, copet menjadi nyopet, cari menjadi nyari, dan contreng menjadi nyontreng. Jelaslah bahwa kata contreng itu dihembuskan ke dalam dunia politk bermula dari daerah Jakarta sehingga saat ini menjadi sangat tenar dalam dunia politik Indonesia. Berkenaan dengan ragam daerah ini, kata contreng tidak pas atau tidak tepat untuk menamai cara memilih dalam pemilu yang dengan jelas diadakan secara nasional.

=====Sehubungan dengan kata contreng yang merupakan ragam bahasa daerah, lalu kata apakah yang cocok dipakai dalam dunia politik yang sifatnya nasional ini? Masih dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kita dapati kata-kata yang maknanya mendekati dan sangat mendekati maksud dari cara memilih calon wakil rakyat, presiden, dan wakil presiden dalam pemilu tahun ini. Ada kata conteng, coreng, dan centang yang menjadi alternatif bagi kita untuk menjadikannya nama dari cara memilih dalam pemilu tahun ini, tetapi tidak semuanya dapat kita pakai. Conteng, coreng, ataukah centang?

=====Banyak yang mengatakan bahwa kata conteng adalah yang benar dan pas untuk menamai cara memilih dalam pemilu tahun ini. Namun sayang, setelah saya cek maknanya ternyata tidak pas atau tidak tepat untuk menamai cara memilih dalam pemilu tahun 2009. Mengapa demikian? Karena, makna kata conteng adalah ‘coret dengan jelaga, arang, dsb’. Cara memilih dalam pemilu tahun ini bukanlah dengan mencoret, melainkan dengan cara memberikan tanda seperti huruf V dengan memanjangkan garis miring sebelah kanannya atau disebut juga tanda koreksi dalam lembar jawaban siswa atau mahasiswa.

=====Bagaimana dengan kata coreng? Kata ini secara visual mirip dengan kata conteng dan contreng. Akan tetapi, maknanya sama dengan kata conteng yang tidak tepat untuk menamai cara memilih dalam pemilu tahun ini.

=====Sekarang tinggal kata centang yang belum saya jelaskan maknanya dalam tulisan ini. Kata ini termasuk dalam ragam baku yang dapat diterima secara nasional. Artinya kata itu tidak bersifat kedaerahan seperti kata contreng. Lalu apa maknanya? Kata centang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna ‘tanda koreksi, bentuknya seperti huruf V atau tanda cawang’. Memperhatikan makna kata centang di atas, kita tentu dapat menyimpulkan bahwa rujukan dari kata centang adalah tanda seperti huruf V yang dipanjangkan pada bagian kanannya. Tanda ini sama dengan tanda yang dipakai untuk memilih para calon wakil rakyat, calon presiden, dan calon wakil presiden dalam pemilu 2009.

Jadi, dengan memperhatikan ragam pemakaian, makna dan juga rujukan kata centang di atas, kita dapat menyatakan bahwa kata centang adalah kata yang tepat untuk menjadi nama untuk menyebut cara memilih dalam pemilu tahun ini.

Ada hal yang dapat kita petik dari kekeliruan penggunaan kata dalam pemilu tahun ini, yakni bahwa kata yang sering dipakai orang banyak belumlah tentu benar. Meskipun kata itu bermula dari Jakarta dan sudah banyak dipakai orang untuk menyebut cara memilih dalam pemilu 2009, kita tidak dapat membenarkan kata contreng dipakai dalam pemilu tahun ini. Sesuai dengan pemaparan saya di atas, sebaiknya kita pakai saja kata centang secara nasional untuk menyebut cara memilih dalam pemilu tahun 2009 yang diadakan secara nasional.

=====Akhirnya saya berharap masyarakat pembaca dapat memafaatkan tulisan saya ini untuk menuju masyarakat madani dalam berbahasa Indonesia yang kita cita-citakan. Semoga pula pemilu tahun 2009 yang akan datang dapat berjalan dengan lancar dan dapat membawa kita kepada kemajuan bersama. Hidup Indonesia! Bagamana menurut Anda?

_____________________________________________________________

Banjar Under Attack: Penayangan Film atau Lomba Tinju

(Sebuah Komentar terhadap Penayangan Film Banjar Under Attack)


Mahmud Jauhari Ali

Pengurus Komunitas Sastra Indonesia Cabang Kertak Hanyar


=====Sekitar pukul 18.00-an Wita tanggal 25 Maret 2009, saya bersama Isuur Loeweng S berkendara dari Banjarbaru menuju Banjarmasin untuk menyaksikan penayangan film Banjar Under Attack. Film itu dijadwalkan tayang di gedung Balirungsari Taman Budaya Kalimantan Selatan pukul 19.00 Wita. Di kilometer 6 Jalan A. Yani Banjarmasin kami berpisah karena saya harus ke suatu tempat terlebih dahulu untuk sebuah keperluan pribadi. Setelah dari masjid Mujahidin, Belitung Laut Banjarmasin, saya langsung menuju tempat penayangan film tersebut. Dari jalan Brigjend. Hasan Basri saya lihat pintu Balairungsari tertutup rapat. Ah, ada apa gerangan ini, pikir saya. Padahal saat itu waktunya sudah lebih kurang pukul 19.00 Wita. Saya masuki saja pintu gerbang Taman Budaya dan akhirnya saya dapati acaranya belum dimulai. Seorang teman pun mengirimi saya sebuah pesan singkat, “Sudah mulai kah filmnya?” Rupanya teman saya belum sampai di tempat acara. Maafkan saya Temanku, saat itu saya kehabisan baterai ponsel sehingga tak segera saya jawab pertanyaanmu!

=====Lama kami menunggu acaranya dimulai. Ada yang berdiri, duduk, berbincang-bincang, mondar-mandir di luar gedung, dan sebagainya. Azan Isya pun berkumandang dengan syahdunya, tetapi acara penayangannnya belum kunjung juga dimulai. Saya pun akhirnya memasuki ruangan gedung dan duduk beberapa menit di kursi plastik dengan tenang mununggu acaranya mulai. Pembukaan pun akhirnya tiba juga. Tetapi, itu merupakan awal yang aneh menurut saya karena yang ditampilkan malah para model Banjar yang melanggak-lenggok di atas panggung. Apa relevansinya antara film Banjar Under Attack dengan lenggak-lenggok para model itu, pikir saya saat itu. Ah, pertunjukan itu hanya membuat mata-mata nakal memelototi para model itu, astaghfirullah.

=====Sehabis acara model itu selesai, muncul seorang penyair muda di atas pangung. Ialah Hajriansyah dengan separuh semangatnya mendeklamasikan sebuah puisi. Saat itu ia terlihat lelah, entah mengapa? Tidak perlu kita persoalkan semangat Hajriansyah itu. Sudah dua partai tambahan dimunculkan. Kemudian ada lagi partai tambahan berikutnya. Partai tambahan yang ini menampilkan sebuah tim anak muda dengan personil yang berambut gondrong dan gimbal. Ah, saya jadi ingat dengan anak gimbal di gunung Bromo atau di daerah Wonosobo sana. Saya kira semula mereka akan membawakan musikalisasi puisi, tetapi mereka malah menyanyikan beberapa lagu yang sebagian besar dibawakan dengan bahasa daerah yang tak saya mengerti artinya. Partai tambahan lainnya setelah itu adalah sambutan-sambutan. Film ini sepertinya tidak seru, pikir saya saat itu karena jika filmnya seru tentulah tidak perlu menahan-nahan penonton berlama-lama di sana dengan menyajikan partai tambahan. Panitia sepertinya tahu jika filmnya langsung diputar, para penonton akan segera pulang. Oleh karena itulah ada partai tambahan. Ah, ini benar-benar ujian Tuhan kepada saya untuk bersabar, pikir saya juga.

=====Layar pun diturunkan dan filmnya segera dimulai. Penonton segera pasang mata untuk melihatnya. Pendengaran para penonton dipaksa bekerja keras mendengarkan dialog para pemain dalam film itu. Hal ini wajar karena volume suara dialog dalam film itu tidak diperdengarkan dengan nyaring kepada para penonton. Beberapa menit kemudian, para penonton satu demi satu meninggalkan kursi mereka. Mengapa? Karena isi filmnya, maaf, cukup kurang variatif (membosankan), volume suaranya yang tidak nyaring membuat kepala pendengar pusing, dan saya yakin penonton kecewa dengannya dan juga kecewa sejak awal dengan pihak panitia yang sangat lamban dalam hal kinerja mereka.

=====Apa yang dapat kita komentari dan kita ambil pelajaran dari penayangan film Banjar Under Attach itu? Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya sampaikan terima kasih terlebih dahulu kepada panitia penyelenggara, sutradara, dan para pemain yang telah mempersembahkan sebuah film indie kepada masyarakat Kalimantan Selatan. Adapun jawabannya adalah sebagai berikut.

=====Pertama, pihak panitia seharusnya lebih mengutamakan tanggung jawab dalam bertugas. Kinerja harus diutamakan untuk memuaskan para penonton yang rela meluangkan waktunya untuk hadir di tampat acara. Jika dalam pengumuman dijadwalkan penayangannya pukul 19.00 Wita, usahakanlah tepat waktu sehingga calon penonton tidak merasa kecewa. Kalau pun ada pemikiran bahwa penonton akan datang terlambat di tempat acara, pemikiran itu harus dihapus dari memori dalam otak panitia. Berpikirlah bahwa penonton akan datang lebih awal sehingga acaranya digelar tepat pada wakunya. Hal ini menjadi pelajaran agar di kemudian hari jika ada pelaksaan acara serupa tidak lagi terjadi keterlamabatan jam tayang.

=====Kedua, pembukaan acara jangan terlalu lama dengan berbagai partai tambahan. Penayangan film tentunya bukanlah sebuah acara lomba tinju yang biasanya ada partai tambahannya. Menurut saya, pertunjukan para model Banjar, pembacaan puisi, dan juga nyanyian tidak diperlukan dalam sebuah acara penayangan film, apa pun alasannya. Hal ini dapat mengurangi kekhidmatan dalam diri penonton. Semoga dalam acara serupa di kemudian hari lebih baik lagi.

=====Ketiga, volume suara dalam penayangan film seharusnya diusahakan agar semua penonton dapat mendengarnya dengan jelas. Suara vokal dalam dialog sebuah film tentu sangat mendukung pemahaman dalam otak penonton. Bagaimana mungkin penonton dapat memahami isi sebuah film jika mereka tidak dapat dengan jelas mendengar suara percakapan dalam dialog para pemainnnya. Kita harapkan hal seperti ini dapat dimengerti oleh pihak panitia penayangan film di mana pun dan kapan pun.

=====Keempat, isi film seharusnya lebih variatif. Maksud saya, jangan terlalu banyak adegan di tempat yang sama. Film Banjar Under Attack lebih banyak menggunakan adegan di sebuah ruangan dengan mengahadirkan semua pemain. Alhasil, penonoton dibuat bosan dengan adegan seperti itu. Hal lainnya, mengapa berita penculikannya hanya disiarkan pada satu stasiun televisi, yakni Duta TV? Padahal ada TVRI Kalsel, Banjar TV, TV B, dan TV Borneo. Bahkan, yang membuat penonton heran adalah, mengapa hanya diberitakan di acara berita Duta Malam (alias hanya malam hari), memangnya tidak ada acara berita siang di televisi?

=====Kelima, seharusnya jangan menampilkan sosok-sosok mahasiswa yang bertindak tidak wajar. Selama ini tidak ada mahasiswa berlaku diluar koridor moral kemahasiswaan, yakni menculik kepala daerah untuk usaha perbaikan kehidupan di Kalimantan Selatan. Mahasiswa adalah kaum intelektual muda yang seharusnya santun dalam bertindak. Apalah artinya jika niatnya baik, tetapi tidak didukung dengan sikap yang baik pula dalam pelaksanaannya. Mengapa dalam film ini tidak ditampilkan saja para mahasiswa yang mendatangi kantor kepala daerah dan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk membicarakan kesejahteraan rakyat dalam hal penerangan PLN? Hal terakhir tadi lebih mendidik daripada menampilkan sekelompok mahasiswa yang mengadakan penculikan. Penculikan seperti ini mirip yang dilakukan PKI pada tahun 1965 silam yang menculik para jenderal di tanah air kita.

=====Sebuah film apa pun jenisnya dipersembahkan untuk memberikan pencerahan dan hiburan kepada masyarakat. Kemunculan film-film produksi anak-anak banua sangat kita hargai dan patut kita acungi jempol. Akan tetapi, sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk memuaskan batin para penonton, film harus dibuat dengan sebaik mungkin. Semoga ke depan film-film produksi anak-anak banua dapat bersaing dalam dunia perfilman di tanah air dan dunia. Untuk itu diperlukan doa dan usaha yang gigih dari pihak pembuat film tentunya. Bagaimana menurut Anda?

____________________________________________________

Laman Penyair Gila: Perpaduan Teknologi dan Keindahan Kata

Mahmud Jauhari Ali


Pernahkah Anda mengunjungi sebuah laman berisi sejumlah pengetahuan tentang jagad alam sastra, khusunya puisi dengan rangkaian diksi yang menawan hati kita untuk membacanya? Mungkin di antara kita pernah menemukan laman-laman yang saya maksud itu. Kemudian kita unduh bagian-bagian penting dari laman tersebut untuk keperluan hidup kita. Bagi mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra misalnya, tentulah untuk keperluan tugas-tugas kuliah dan penyusunan skirpsi atau hanya untuk memuaskan batin guna memperkaya jiwa mereka. Mungkin pula sebagian dari kita tidak pernah menemukan laman-laman tersebut. Bahkan, mungkin masih ada saudara-saudara kita yang sama sekali tidak mengenal internet atau dunia maya sehingga mereka tidak pernah pula mengunjungi satu laman pun. Hal terakhir tadi dapat kita maklumi karena teknologi internet belum merata di Indonesia. Bisa juga karena mereka enggan bergelut dalam dunia yang satu itu. Ya, mereka lebih suka membaca buku-buku karangan pakar-pakar ternama di bidang mereka masing-masing daripada menjelajah dunia lewat internet. Namun, saya yakin sebagian orang yang bergelut dalam dunia kata, terutama puisi pernah mendapatkan pencerahan dari laman yang berisi seperti yang saya sebutkan di atas.

Masih berkenaan dengan dunia maya dan dunia sastra, suatu ketika saya pernah berada di sebuah warung internet. Niat saya dari rumah adalah mengunjungi sebuah laman seseorang yang menurut cerita di masyarakat Kalimantan Selatan, seseorang itu telah sangat jatuh cinta dengan teknologi yang satu ini dan dunia kepenyairan. Jujur, saat itu saya penasaran seperti apa wujud laman tersebut. Setelah saya tekan tombol masuk, betapa terkejutnya saya melihat sebuah tampilan yang menggiurkan pandangan saya untuk tidak lepas darinya. Ya, sebuah laman cantik dan memesona telah ada di hadapan saya. Ini adalah salah satu tanda-tanda kebesaran-Nya. Laman ini berjudul Penyair Nusantara dengan desain grafis yang disusun rapi oleh pengelolanya. Setelah saya telusuri lebih jauh, ternyata masih ada tiga buah laman utama lagi milik seseorang yang notabene adalah seorang penyair kenamaan asal Kalimantan Selatan bernama Arsyad Indradi.

Di alam sastra Kalimantan Selatan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, Arsyad Indradi dikenal sebagai ”penyair gila” karena kegilaannya dalam dunia sastra. Sebuah kegilaan yang menurut saya merupakan bentuk kepedulian seorang sastrawan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan sebagai usaha merekatkan hubungan antarsastrawan di tanah air. Sempat pada tahun 2005 ia menjual tanahnya hanya untuk membuat buku antologi penyair nusantara yang memuat 142 penyair dengan 426 puisi yang hasilnya ia bagikan gratis di seluruh nusantara. Lima belas juta rupiah habis untuk pembuatan buku tersebut. Bahkan, dia pulalah sendiri yang menyusun, membuat kover, hingga mengedarkan buku-buku tersebut. Lebih daripada itu, saya menangkap ada niat suci dalam diri penyair yang satu ini melalui dunia kepenyairannya, yakni untuk kemanusiaan dan keagungan Tuhan.

Adapun keempat laman utama milik lelaki kelahiran Barabai, Kalimantan Selatan tanggal 31 Desember 1949 ini adalah sebagai berikut.

Penyair Nusantara, merupakan salah satu judul laman dari sekian banyak laman yang ada di Indonesia yang beralamat di www.penyairnusantara.blogspot.com. Dengan anak judul Hidup Bukanlah Sewaktu Mati dan Mati Sewaktu Hidup, laman ini menjadi tampil lebih mantap dan menawan dari segi judul. Saat kita mulai memasuki laman ini, kita disapa oleh perancang sekaligus pemiliknya dengan kata-kata, yakni selamat datang, salam sastra, ucapan terima kasih atas kunjungan kita, dan selamat bergabung di laman ini. Jika kita memasuki lebih dalam lagi, nuansa kepenyairan dalam laman ini semakin terasa.

Isi yang paling menonjol dalam Penyair Nusantara: Hidup Bukanlah Sewaktu Mati dan Mati Sewaktu Hidup ini adalah biodata para penyair nusantara dan karya-karya mereka di sejumlah besar provinsi yang ada di Indonesia. Terdapat dua puluh sembilan provinsi dimuat dalam daftar menu penyair nusantara ini oleh Arsyad Indradi. Di setiap menu provinsi yang dimuat tersebut, kita dapat menemukan biodata para penyair dan karya-karya mereka di provinsi yang bersangkutan. Karena itu, silakan Anda masuki setiap menu tersebut. Hal ini dapat kita maklumi karena memang pada dasarnya Penyair Nusantara dibuat oleh Arsyad Indradi untuk menampung dan menampilkan biodata dan karya-karya para penyair se-Indonesia dalam bentuk pendokumentasian dan juga sebagai ajang untuk merekatkan tali-temali persaudaraan penyair se-Nusantara.

Tentunya ajang tersebut bukan hanya khusus untuk kalangan penyair, tetapi juga untuk siapa saja yang berminat terhadap dunia kepenyairan. Dengan demikian, Penyair Nusantara juga dapat merekatkan tali-temali persaudaraan seluruh masyarakat nusantara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan mengunjungi Penyair Nusantara, kita dengan mudah mengetahui nama-nama penyair di Indonesia dan karya-karya mereka. Hal ini tentulah sangat membantu para peneliti, pelajar, mahasiswa, penggiat sastra, dan para penikmat sastra. Selain itu, dalam Penyair Nusantara kita juga dapat melihat foto-foto kegiatan sastra dan gambar sampul depan buku-buku antologi sastra. Foto-foto itu seperti foto-foto beberapa penyair nasional dalam Seminar Sastra Internasional di TIM Jakarta 14—19 Juli 2007, saat berlangsungnya Aruh Sastra IV di Amuntai 14—16 Desember 2007, dan saat Acara Kongres KSI 1 Di Kudus 19 - 21 Januari 2008. Beberapa gambar sampul depan buku antologi sastra itu, yakni Antologi Penyair Nusantara: 142 Penyair Menuju Bulan, antologi puisi Narasi Musafir Gila, antologi puisi Nyanyian Seribu Burung, antologi puisi Romansa Setangkai Bunga, dan antologi puisi Bahasa Banjar KALALATU.

Penyair Kalimantan Selatan, merupakan sebuah laman tersendiri di luar laman Penyair Nusantara yang memuat biodata lengkap para penyair di setiap kabupaten dan kotamadya di Kalimantan Selatan beserta karya-karya mereka. Kita dapat menemukan laman ini di alamat www.penyair-kalsel.blogspot.com. Jika Anda menginginkan pengetahuan berkenaan dengan data-data sastrawan Kalimantan Selatan dan karya-karya mereka, buka saja laman yang satu ini. Selain itu, dalam laman ini juga memuat hal-hal tentang papandiran (obrolan bahasa Banjar), balalah (Berjalan), ramak rampu ( beragam,aneka), album antologi puisi bahasa Banjar Kalalatu, album 142 Penyair Menuju Bulan, album antologi puisi Musafir Gila, album antologi puisi Nyanyian Seribu Burung, album puisi-puisi cinta Romansa Setangkai Bunga, berita-berita, esai-artikel, dan foto kegiatan sastra.

Sastra Banjar, merupakan laman tersendiri di luar dua laman di atas yang memuat sastra daerah Banjar. Laman Sastra Banjar antara lain memuat sastra Banjar dalam esai, kamus bahasa Banjar kuala, mantra Banjar, polemik sastra Banjar, aruh sastra, sastra daerah Banjar, khazanah makna bahasa Banjar, dan tata bahasa Banjar.

Arsyad Indradi, laman yang satu ini merupakan laman yang menyagkut hal ikhwal tentang Arsyad Indradi dan karya-karyanya. Daftar Muatan Isi Arsyad Indradi

antara lain adalah biodata Arsyad Indradi, antologi puisi Anggur Duka, antologi puisi Nyanyian Seribu Burung, antologi puisi Narasi Musafir Gila, antologi puisi Romansa Setangkai Bunga, dan antologi puisi Kalalatu.

Apa yang dapat kita tangkap dari keempat laman utama penyair gila ini? Ada dua hal yang paling menonjol, yakni memanfaatkan laman untuk kemajuan dunia sastra di Kalsel dan menunjukkan bahwa puisi bukanlah hasil dari kegiatan melamun atau menghayal yang sia-sia belaka.

Arsyad Indradi benar-benar berhasil memanfaatkan laman di dunia maya dalam memublikasikan pengetahuan sastra, khususnya puisi kepada masyarakat luas. Dengan laman-laman tersebut, Arsyad Indradi bukan hanya bersastra dalam lingkup Kalimantan Selatan, tetapi ke seluruh penjuru kota dan desa di dunia. Pemublikasian seperti itu akan dapat memajukan dunia sastra di Kalimantan Selatan dan Indonesia pada umumnya. Mengapa demikian? Karena dengan pemublikasian tersebut, masyarakat di Kalimantan Selatan dan provinsi lain akan mendapatkan pengetahuan sastra sehingga mereka mampu mengapresiasi, menilai, bahkan membuat puisi sendiri. Selain itu, dengan pemublikasian tersebut, orang-orang dari luar negara kita akan mengetahui keberadaan dan mutu sastra di negara ini.

Laman penyair gila yang secara garis besar berjumlah empat buah ini, masing-masingnya merupakan laman induk. Masing-masing laman induk tersebut memiliki sublaman yang jumlahnya tidaklah sedikit. Dalam laman Penyair Nusantara memiliki sublaman bejumlah 31 buah, laman Penyair Kalimantan Selatan memiliki sublaman sebanyak 24 buah, laman Sastra Banjar memiliki sublaman sebanyak 16 buah, dan 10 buah sublaman dari laman Arsyad Indradi. Jika kita jumlahkan semuanya laman tersebut, jumlahnya menjadi 85 buah laman. Jumlah ini membuktikan bahwa Arsyad Indradi tidak sedang bermain-main dalam sastra, melainkan sangat serius dalam hal itu sehingga ia harus menggunakan banyak laman. Dalam hal ini, ia sungguh-sungguh ingin menyampaikan sebuah kenyataan bahwa penyair bukanlah seorang pelamun atau penghayal. Ia ingin menyadarkan masyarakat luas bahwa penyair adalah insan-insan yang jujur menyuarakan jiwa mereka untuk kemanusiaan dan keagungan Tuhan. Oleh karena itulah, puisi bukan semata goresan pena biasa. Puisi pantas dibaca, diapresiasi, diperbincangkan di bangku-bangku kuliah, dianalisis, hingga dilestarikan dalam bentuk perbuatannya di alam perkembangan jagad sastra mana pun. Keberadaan laman-laman Arsyad Indradi tersebut, pada kenyataannya telah meramaikan alam sastra di Kalimantan Selatan dan Indonesia pada umumnya dalam perkembangan sastra mutakhir saat ini.

Menutup tulisan yang teramat singkat dan sederhana ini, marilah kita pandang puisi dan genre sastra lainnya sebagai sesuatu yang berharga dalam hidup kita. Janganlah kita memandang karya sastra termasuk puisi dengan sebelah mata karena dengan sebelah mata saja, kita tidak akan dapat menggapai makna puisi terdalam yang dikandung oleh kata-kata yang indah dan memesona. Marilah pula kita manfaatkan fasilitas internet, khususnya laman untuk memajukan kehidupan sastra di Kalimantan Selatan dan Indonesia. Bagaimana menurut Anda?

____________________________________________________

Kongres Bahasa Banjar Perlu Diselenggarakan


Mahmud Jauhari Ali


=====Tercatat sebanyak 746 bahasa daerah tersebar di wilayah Indonesia. Bahasa daerah bukan hanya pemerkaya bahasa nasional, tetapi juga menjadi pemerkaya bangsa Indonesia. Bahasa-bahasa daerah hidup dan berkembang jauh lebih lama daripada bahasa Indonesia yang lahir dari bahasa Melayu pada tanggal 28 Oktober 1928. Sebagian besar penduduk Indonesia lebih dahulu menguasai bahasa daerah masing-masing sebelum menguasai bahasa Indonesia. Salah satu dari 746 bahasa daerah tersebut adalah bahasa Banjar. Bahasa Banjar merupakan realitas yang hidup dari dahulu hingga sekarang. Pemakaiannya sangat luas, bukan hanya di provinsi asalnya, Kalimantan Selatan, tetapi juga dipakai di provinsi-provinsi lain. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, seperti hasil penelitian Djebar, dkk bahwa bahasa Banjar terbagi atas dua dialek. Kedua dialek dalam bahasa Banjar itu adalah dialek Banjar Kuala dan dialek Banjar Hulu. Pembicaraan mengenai bahasa Banjar secara serius dalam perkembangannya sangat perlu diadakan mengingat membanjirnya budaya luar yang memengaruhi pemakaian bahasa Banjar.

=====Pembicaraan yang serius itu tentunnya harus melahirkan hal-hal yang dapat diwujudkan, misalnya pembuatan kamus dwibahasa bahasa IndonesiaBanjar dan kamus ekabahasa bahasa Banjar seperti halnya Kamus Besar Bahasa Indonesia yang ekabahasa untuk menambah satu kamus dwibahasa bahasa BanjarIndonesia yang sudah ada, yakni karangan Prof. Drs. H. Abd. Djebar Hapip, M.A.; penerbitan hasil-hasil penelitian bahasa Banjar dalam bentuk buku untuk menambah bahan bacaan tentang bahasa Banjar yang masih sangat jarang kita temui hingga sekarang; pembuatan buku tata bahasa baku bahasa Banjar yang sampai detik ini belum ada; dan hal-hal lainya yang menunjang eksisnya bahasa Banjar dalam lingkup budaya modern. Untuk terlaksanaya pembicaraan seperti itu perlu wadah untuk mengungkapkan segala masalah, dan solusi dari berbagai pihak.

=====Mengingat pemakaian bahasa Banjar yang semakin luas dan sudah adanya kongres-kongres bahasa daerah, seperti kongres bahasa Jawa, kongres bahasa Madura, dan kongres bahasa Sunda, maka dipandang perlu diadakan kongres bahasa Banjar di Bumi Antasari ini. Dalam kongres bahasa Banjar tersebut diharapkan akan dibahas masalah bahasa Banjar dan hal-hal lain yang berkaitan dengan bahasa Banjar, antara lain adalah masalah kodifikasi bahasa Banjar, masalah apresiasi, kreasi, dan kritik sastra Banjar, masalah pengajaran dan pendidikan bahasa Banjar, masalah penyelidikan dan pengembangan bahasa Banjar, masalah peranan bahasa Banjar dalam pembangunan, penerbitan kamus dan buku-buku mengenai bahasa Banjar, kehidupan bahasa Banjar dalam masyarakat, bahasa Banjar dalam media komunikasi: televisi, radio, majalah, koran, dan masalah lainnya. Intinya banyak masalah yang harus dibicarakan dalam kongres itu.

=====Dengan demikian alangkah baiknya, jika di Bumi Antasari diadakan kongres bahasa Banjar untuk memajukan bahasa Banjar sebagai usaha pemertahanan bahasa Banjar. Dengan melestarikan bahasa Banjar, berarti kita menghargai warisan nenek moyang orang Banjar. Mengingat bahasa Banjar besifat dinamis, maka juga dipandang perlu adanya kongres bahasa Banjar berikutnya. Artinya, jika kongres bahasa Banjar yang pertama sudah diselenggarakan, selama kurang lebih lima tahun berikutnya diadakan kembali kongres bahasa Banjar yang kedua dan begitu pula diusahakan akan ada kongres bahasa Banjar yang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Misalnya, penyelenggaraan kongres bahasa Banjar yang pertama diadakan pada tanggal 28 Oktober 2009, maka kongres bahasa Banjar berikutnya yang kedua diadakan pada tanggal 28 Oktober 2014, yang ketiga pada tanggal 28 Oktober 2019 dan begitu seterusnya.

=====Bahasa Banjar merupakan pemerkaya bangsa Indonesia. Kita tidak boleh berpikiran bahwa dengan adanya bahasa Indonesia, maka bahasa Banjar tidak perlu diperhatikan! Kita harus paham arti menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Menggunakan bahasa atau berbahasa Indonesia yang baik maksudnya adalah bahwa kita menggunakan bahasa Indonesia dengan memperhatikan golongan penutur dan jenis pemakaiannya. Jika kita berada di dalam sebuah forum resmi yang diikuti oleh orang-orang yang berbeda suku bangsa, maka kita menggunakan bahasa Indonesia baku (berbahasa Indonesia secara benar). Akan tetapi, jika kita berada di warung makan yang orang-orang di sana semuanya satu suku bangsa dengan kita, maka kita menggunakan bahasa daerah yang benar. Berbahasa atau menggunakan bahasa Indonesia yang benar maksudnya kita menggunakan bahasa Indonesia dengan mengikuti kaidah yang dibakukan. Menggunakan kata-kata baku, seperti kata praktik, atlet, dan apotek termasuk berbahasa Indonesia secara benar.

=====Berupaya mempertahankan bahasa Banjar bukan bararti kita bersifat fanatik dan berpaham sukuisme, melainkan kita adalah generasi penerus yang sadar betapa pentingnya bahasa Banjar sebagai pemerkaya bangsa Indonesia sekaligus menghargai dan melestarikan warisan nenek moyang orang Banjar. Bukankah negara Indonesia adalah negara yang ber-bhinneka tunggal eka? Jika bahasa daerah termasuk bahasa Banjar tidak kita lestarikan sehingga hilang di masa yang akan datang, maka hanya ada bahasa Indonesia di negara kita. Ini berarti, dari segi bahasa tidak ada lagi yang namanya bhinneka tunggal eka karena tidak ada lagi yang berbeda, semuanaya sama, yakni bahasa Indonesia. Saat ini sudah ada gejala mulai hilangnya bahasa Banjar, yakni semakin maraknya pemuda-pemudi Banjar yang memakai bahasa Indonesia yang kebetawi-betawian atau yang lebih dikenal dengan bahasa gaul. Mereka lebih bangga menggunakan bahasa gaul daripada menggunakan bahasa Banjar. Pemuda atau pemudi yang menggunakan bahasa Banjar dinilai mereka sebagai pemuda atau pemudi yang tidak gaul. Gejala lain adalah adanya pemakaian kata-kata asing dalam bahasa Banjar (interferensi atau pengacauan) yang sifatnya konstan di kalangan tetentu (kalangan yang juga di dalamnya adalah mayoritas orang Banjar) antara lain seperti pemakaian kata antum, yang menggantikan kata bahasa Banjar, yakni pian, ikam, dan nyawa; pemakaian kata akhi yang menggantikan gabungan kata dalam bahasa Banjar, yakni dangsanak saimanku (sapaan untuk laki-laki), dan pemakaian kata ukhti yang mengantikan gabungan kata dalam Bahasa Banjar, yakni dangsanak saimanku (sapaan untuk perempuan). Sebenarnya tidak ada celanya memakai bahasa Banjar, tetapi anehnya masih ada orang Banjar yang lebih merasa terpelajar, jika menggunakan bahasa non-Banjar dengan sesama orang Banjar.

=====Oleh karena hal-hal di atas, maka saya pribadi berpendapat bahwa sudah waktunya kini diselenggarakan sebuah kongres bahasa Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan. Dalam kongres itu diharapkan para ahli bahasa Banjar, tokoh masyarakat Banjar, guru, siswa dan mahasiswa, serta kaum intelektual lainnya bertemu dan saling mengemukakan persoalan-persoalan bahasa Banjar dalam perkembangannya.

_________________________________________________

Budaya Antikritik: Memadamkan Cahaya Pengetahuan

(Tanggapan terhadap Tulisan Orang-Orang yang Berbudaya Antikritik)


Mahmud Jauhari Ali


Tenaga Peneliti pada Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah



salam kenal

saya selalu membaca tulisan-tulusan Anda saya salut dengan tulisan Anda, tetapi akhir-akhir ini saya kecewa dengan tulisan Anda yang seakan-akan selalu memojokkan pusat bahasa,dan balai bahasa,apalagi pada tulisan Anda pada hari minggu tanggal 8 Febuari seakan Anda sok pintar dan sok mengurui. Padahal sepengetahuan Saya Anda dulu pada tulisan-tulisan Anda selalu mengaku sebagai peneliti pusat bahasa, tetapi kenapa akhir-akhir ini Anda selalu memojokan pusat bahasa, Apakah Anda orang yang frustasi atau tidak punya kerjaan, sehingga kerjaanya hanya menjelekkan orang saja dan sok pintar. Cepatlah bercermin siapa diri Anda.


Tulisan di atas adalah isi dari salah satu pos-el yang ditujukan kepada saya pada tanggal 11 Februari 2009. Ya, tanggal sebelas. Tanggal yang mengingatkan saya dengan runtuhnya gedung kembar di Amerika Serikat. Dalam tulisan ini saya tidak bermaksud berkeluh kesah karena tulisan di atas. Akan tetapi, tulisan tersebut membuktikan kepada kita semua bahwa di alam Kalimantan Selatan masih kental dengan budaya antikritik. Budaya yang membelenggu akal manusia dalam berpikir. Budaya itu pulalah yang saya bahas dalam tulisan ini. Sebelumnya, seorang sastrawan muda Kalimantan Selatan—Harie Insani Putra—juga pernah menerima tulisan semacam itu di lamannya. Sastrawan muda itu menerimanya setelah ia menulis sebuah kritik membangun dalam lamannya berjudul Ensiklopedia Sastra Kalsel Versi Balai Bahasa Banjarmasin.

Ah, sungguh terkebelakangnya orang-orang ini dalam memandang sebuah kritik yang membangun. Padahal, selama sesuatu itu dibuat oleh manusia seperti buku Ensiklopedia Sastra Kalsel dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tentulah masih perlu direvisi. Sebenarnya kritik terhadap karya Pusat Bahasa bukan saya saja yang melakukannya. Salah satu contoh, bacalah buku besrjudul Bahasa Menunjukkan Bangsa karangan Alif Danya Munsyi yang isinya mengkritik hasil karya Pusat Bahasa, salah satunya KBBI. Ingatlah bahwa Pusat Bahasa dan Balai Bahasa Banjarmasin bukanlah Tuhan yang selalu benar. Kita sama, memiliki kelemahan dan harus saling meluruskan. Jadi, tepatlah penyataan, ”Tak ada gading yang tak retak” Saya berkata yang sebenarnya dan bukan kata-kata bohong atau mengada-ada.

Untuk kepentingan tersebut di atas, mau tidak mau, kritik sangat diperlukan. Kritik tidak lain adalah tindakan meluruskan sesuatu yang salah. Lebih ringannya, kritik diartikan ’mengingatkan’ agar selamat. Jika kesalahan dibiarkan terus menerus tanpa kritik, dunia akan menjadi kacau balau dan binasa. Jadi, kata memojokkan yang dielu-elukan oleh pengirim pesan tersebut sangat tidak tepat. Bahkan, sebenarnya orang-orang yang menuliskan pesan-pesan tak bertanggung jawab ini telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan orang lain, yakni saya dan Harie I.P. Mereka juga telah melakukan kejahatan elektronik di internet yang seharusnya kita hindari sejauh-jauhnya.

Penulis pesan itu mengaku bernama Nur Janah Janah (nama yang tak lazim) dengan alamat pos-el di janahnurjanah39@yahoo.co.id. Entahlah, apakah itu nama aslinya atau bukan? Namun yang jelas, ia adalah orang yang fanatik kepada instansi yang dibelanya. Ia juga tidak berani mengirimkan tulisan itu di laman saya karena takut saya ketahui alamat IP Address-nya. Kemungkinan ia memanfaatkan IP Address kantor. Ternyata ia tidak tahu jika dari pos-el pun dapat diketahui IP Address yang digunakan seseorang (baca: pengirim). Setelah dicari kebenarannya, IP Adress yang digunakannya adalah 118.98.219.109. IP Address tersebut adalah IP Address Balai Bahasa Banjarmasin. Masya Allah! Inikah wajah Balai Bahasa Banjarmasin yang sesungguhnya? Lalu, Siapakah dia?

Siapa dia, tidak penting bagi kita. Hal yang menurut saya penting adalah sikapnya menanggapi kritikan. Yakni sikap yang menginginkan kritik ditiadakan. Ah, sangat lucu. Kritik sebenarnya merupakan sebuah pemikiran yang lahir dari akal yang sehat. Isi kritik tidak lain adalah sebuah pengetahuan yang lebih rasional dan cerdas. Jika kritik ditiadakan, itu artinya memadamkan cahaya pengetahuan yang lebih rasional dan cerdas dengan budaya antikritik. Dengan kata lain, Nur Janah Janah menginginkan kesalahan terus-menerus ada di masyarakat. Jika demikian halnya, kesalahan akan merajalela di Kalimantan Selatan. Wahai saudariku, sadarlah dan segerlah insyaf sebelum pintu tobat ditutup-Nya.

Jujur, dulu saya memang kerap menulis di media massa dengan mencantumkan embel-embel, yakni Peneliti pada Pusat Bahasa di bawah nama saya. Hal itu wajar karena pekerjaan saya adalah meneliti bahasa di bawah Pusat Bahasa. Isi tulisan saya dulu juga seputar bahasa dan sastra, seperti tulisan saya akhir-akhir ini yang dimuat di Radar Banjarmasin. Lalu apa yang berubah dengan isinya? Jawabnnya tidak ada. Mengapa demikian? Karena, dari dulu hingga sekarang, saya masih ikut berusaha memajukan bahasa dan sastra di Kalimantan Selatan lewat media massa. Jika menurut Nur Janah Janah tulisan saya tentang ”Honorarium Sastrawan”, ”Ensiklopedia Sastra Kalsel”, ”Gerakan Cinta Bahasa Indonesia”, dan juga tentang ”makna lema sastrawan dalam KBBI” merupakan tindakan memojokkan Pusat Bahasa dan Balai Bahasa Banjarmasin, itu salah besar. Mengapa? Karena dalam kritikan saya tersebut, saya berusaha untuk meluruskan kesalahan yang ada, misalnya saja kesalahan penggunaan bahasa Indonesia dalam buku Ensiklopedia Sastra Kalimantan Selatan. Ngomong-ngomong, bagaimana ya kabarya buku Ensiklopedia Sastra Kalsel itu saat ini? Apakah sudah diobati, atau entahlah? Saran saya, segeralah diobati sebelum bukunya wafat. Sebenarnya, juga tidak perlu adanya ESKS tandingan yang pernah diusulkan Tajuddin Noor Ganie dalam kotak pesan di laman Sandi Firli. Cukuplah satu, tapi benar. Bukankah yang berlebih-lebihan itu tidak baik? Setuju?

Mengenai makna-makna lema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan hal-hal yang dihasilkan oleh siapa pun, kita sebaiknya tidak mengikuti begitu saja. Hal ini karena kita memiliki potensi untuk menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah. Sebagai ilustrasi, seseorang membeli kue dan memakannya tanpa memperhatikan baik buruknya kue tersebut. Akhirnya, orang tersebut meninggal dunia karena kue tersebut (ini kisah nyata). Begitu pula dengan produk bahasa dan sastra. Jika kita langsung mengikuti pengetahuan bahasa dan sastra tanpa memperhatikan benar dan salahnya, kita juga harus siap-siap menelan kesalahan berbahasa dan bersastra. Contohnya, jika kita turuti saja pengetahuan berupa jumlah sastrawan Kalsel seperti yang ada dalam buku Ensiklopedia Sastra Kalsel, kita tentu akan salah dalam pengetahuan mengenai jumlah sastrawan di provinsi ini.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah perbuatan saya dalam usaha memanjukan bahasa dan sastra di Kalimantan Selatan termasuk tindakan sok pintar dan menjelekkan Pusat Bahasa dan Balai Bahasa Banjarmasin? Silakan Anda jawab dengan hati nurani yang objektif memandang suatu perkara. Saya katakan dengan objektif karena Nur Janah Janah tidak secara objektif memandang perkara yang dilemparkannya itu. Jika ia objektif, ia akan membela pihak yang benar dan bukannya membenar-benarkan pihak yang salah. Fanatik seharusnya kita hindari karena fanatik akan melahirkan hal yang tidak sebenarnya. Hal yang sebenarnya adalah bahwa ada kesalahan sehingga ada kritik. Tetapi, disangkal Nur Janah Janah bahwa tidak ada yang salah dan tukang kritik kerjanya hanya memojokkan, menjelek-jelekkan, sok pintar, dan sok menggurui. Kalau seperti ini keadaannya, apa kata dunia?

Di akhir tulisannya, Nur Janah Janah menyuruh saya untuk bercermin siapa diri saya. Kata-katanya itu mengandung maksud bahwa dirinya lebih pintar, lebih jago, lebih segalanya daripada saya. Saya sudah mencermini diri saya sejak dulu. Saya hanyalah makhluk yang memiliki segudang kesalahan. Karena itulah saya tidak ingin orang lain melakukan kesalahan-kesalahan sehingga seperti saya. Bagaimana caranya, yakni dengan kritik yang membangun. Dengan kata lain, saya berusaha meluruskan kesalahan dengan jalur tulisan. Lalu apakah dengan itu saya sok pintar? Kalau demikian halnya, lalu apakah rasulullah yang meluruskan kesalahan kaum Jahiliah juga sok pintar? Meluruskan hal salah bukan perbuatan sok pintar, melainkan kewajiban setiap manusia terhadap sesamanya. Perhatikan ilustrasi ini. Seseorang melihat temannya tidak salat. Lalu seseorang itu cuek saja. Ia tidak peduli dengan temanya itu. Kemudian datang seorang ustad menyeru temannya itu agar mengerjakan salat dan akhirnya ustad itu berhasil sehingga temannya itu salat. Pertanyaannya, apakah ustad itu sok pintar? Tentu jawabnnya adalah tidak sok pintar. Lalu apakah seseorang yang cuek dengan temannya itu benar? Tentulah ia salah karena tidak mengkritik hal yang salah. Seseoarang itu membiarkan temannya terjerumus ke jurang hitam.

Dari paparan tersebut, jika kita, termasuk saya tidak mengkritik Ensiklopedia Sastra Kalsel misalnya, tentulah kita telah membiarkan orang-orang terjerumus dalam kesalahan. Mengenai menggurui, sebenarnya meluruskan kesalahan orang lain bukanlah menggurui. Jadi, sebaiknya jangan berprasangka buruk dulu kepada orang lain dengan mengatakai orang lain menggurui. Ingatlah, hakikatnya hidup kita saat ini adalah kita sedang berjalan di jalan setapak yang belubang-lubang. Jika kita tidak behati-hati dan tidak saling meluruskan, kita akan terjerembab dalam lubang-lubang itu. Karena itulah, kita harus berhati-hati dengan berpegang pada pedoman dari Tuhan plus sunah rasul dan harus saling meluruskan dalam segala hal untuk menggapai ridha-Nya.

Akhirnya, saya mencoba memahami keadaan alam kita saat ini. Indonesia, mengapa tidak semaju bangsa lainnya? Ya, salah satunya adalah masih adanya budaya antikritik di negara kita tercinta ini. Pada intinya, budaya antikritik hanya akan memadamkan cahaya pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu. Karena itulah, jangan memandang seseorang termasuk kritikus dengan tatapan yang sinis. Tataplah dengan pandangan yang baik dalam kehangatan persaudaraan. Terbukalah untuk menerima teman dari luar lingkup kita. Teman tentu bukanlah lawan yang harus dimusuhi, melainkan kita rangkul untuk melangkah bersama menuju kemajuan. Bagaimana menurut Anda?


Menggunakan Kata Putih, Bening, dan

Jarnih dengan Tepat


Mahmud Jauhari Ali

Pencinta Bahasa dan Sastra


Kita tentu sering mendengar orang-orang mengatakan air yang berwarna bening dalam gelas minuman dengan nama air putih. Contohnya, “Bu, saya minta air putih satu gelas!” Anehnya, orang-orang saling mengerti maksud dari kata putih itu adalah bening. Jika kita tidak memahami secara benar makna kedua kata tersebut, kita pun akan membenarkan pemakaian kata putih untuk menamai air yang bermarna bening di masyarakat.

Padahal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata bening dan putih memiliki makna yang berbeda. Kata bening dalam KBBI bermakna ‘bersih, jernih, dan tidak bercampur dengan tanah dsb’ (tentang air). Makna kata putih dalam KBBI adalah ‘warna dasar yang serupa dengan warna kapas’ dan makna ini jauh berbeda dengan makna kata bening.

Jika kita kaji berdasarkan makna kedua kata tersebut, tentulah kita akan menyangkal penggunaan kata putih untuk menamai air yang bening. Di masyarakat kita penamaan seperti itu sudah lazim dan sudah dianggap benar oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kata putih seakan memiliki makna yang sama dengan kata bening di mata sebagian masyarakat kita saat ini.

=====Hal ini merupakan salah satu kondisi penggunaan bahasa Indonesia yang memprihatinkan bagi kita semua. Seharusnya kita menggunakan kedua kata tersebut dengan tepat. Kata bening haruslah kita gunakan untuk menamai air yang berwarna bening. Bahkan, air yang dengan jelas berwana putih tidak pernah dinamakan air putih. Misalnya, air susu tidak pernah dinamakan dengan air putih. Begitu pula dengan air tuba yang juga berwana putih tidak pernah dinamakan dengan air putih. Jadi, seharusnya penggunaan kata apa pun harus sesuai dengan maknanya yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

=====Menggunakan kata putih dan kata bening dengan tepat mengandung arti kita telah berusaha menggunakan bahasa Indonesia dengan benar. Kita ditutut untuk berusaha menggunakan bahasa Indonesia dengan benar, baik dari segi kosa kata maupun dari segi tata bahasa. Penggunaan bahasa Indonesia dengan benar ini salah satunya dimaksudkan untuk melestarikan bahasa Indonesia di tanah air kita sendiri.

=====Dalam kaitannya dengan masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan dalam penggunaan bahasa Banjar yang juga memilih kata putih sebagai nama untuk air bening, kita sudah saatnya tidak lagi menamainya seperti itu. Dengan catatan, kita tidak pula menggunakan kata bening. Hal ini disebabkan dalam bahasa Banjar tidak terdapat kata bening, tetapi kita menggunakan kata asli bahasa Banjar yang semakna dengan kata bening tersebut. Kata asli bahasa Banjar yang semakna dengan kata bening adalah kata jarnih. Sementara kata putih tetap kita gunakan karena dalam bahasa Banjar, kata putih semakna dengan kata putih dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, kata putih dalam komunikasi di masyarakat Kalimantan Selatan tentunya tidak kita gunakan untuk menamai air yang berwarna bening.

=====Jadi, jika kita ingin menyebut air (banyu dalam bahasa Banjar) yang berwarna bening untuk diminum di masyarakat Kalimantan Selatan, sebut saja dengan banyu jarnih. Sudah saatnya kita tidak lagi menggunakan kata putih untuk menamai air yang bening. Hal ini merupakan tindakan nyata dalam penggunan bahasa Indonesia dan bahasa Banjar dengan benar di masyarakat kita. Dengan penggunaan kedua bahasa tersebut dengan benar, kita juga sudah menunjukkan tindakan yang positif dalam rangka melestarikan kedua bahasa tersebut di tanah air kita sendiri.


TULISAN TERBARU MAHMUD JAUHARI ALI

Memanfaatkan Bahasa Indonesia

untuk Mengisi Bulan Ramadhan


Mahmud Jauhari Ali
Pencinta Bahasa dan Sastra


“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”, demikianlah arti ayat 183 surah Albaqarah yang menjadi dasar kewajiban berpuasa bagi umat Islam yang beriman kepada Allah di dunia pada bulan Ramadan (Ramadhan). Puasa pada bulan Ramadan hukumnya wajib bagi orang beriman yang sehat, balig, dan mampu menjalankannya sesuai dengan perintah Allah swt. Orang yang beriman kepada Allah tentulah beragama Islam. Banyak manfaat diperoleh orang yang menjalankan ibadah ini, baik dari segi rohaniah, maupun dari segi jasmaniah. Dari segi rohaniah, berpuasa dapat melatih disiplin rohani agar dapat mengontrol hawa nafsu, menanamkan nilai-nilai akhlak yang baik agar siap menghadapi cobaan, dan dapat memperbanyak kegiatan amal saleh, serta menjauhkan diri dari segala yang dilarang dengan kesadaran. Dari segi jasmaniah, berpuasa bermanfaat sebagai proses pengistirahatan perut dengan segala perlengkapannya untuk memperbaharui tenaga, dan dapat menjaga kesehatan perut (sangat baik bagi penderita penyakit mag) dengan mengatur disiplin makan dan minum.
Selain itu, dengan berpuasa, kita dapat menghindarkan diri dari kata-kata yang tidak pantas kita ucapkan. Dengan berpuasa, kita dapat membiasakan diri untuk berbahasa secara baik yang enak didengar oleh orang lain di sekitar kita. Dengan kata lain, di samping tujuan utama berpuasa, yakni menjadi orang yang bertakwa, terkandung manfaat seperti yang telah disebutkan di atas tersebut, termasuk dalam hal penggunaan bahasa Indonesia atau bahasa lainnya secara baik.
Untuk dapat mencapai tujuan dan memperoleh manfaat berpuasa, tentulah puasa kita harus kita laksanakan dengan sungguh-sungguh, yakni dikerjakan dengan niat ikhlas untuk menggapai ridha Allah swt. semata, diisi dengan hal-hal yang diperintahkan Allah, dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya. Jika kita laksanakan tanpa sungguh-sungguh, kita tidak akan merasakan nikmatnya berpuasa. Hal-hal yang diperintahkan Allah kepada kita tentulah hal-hal yang bersifat positif, seperti salat, memahami Alquran, menuntut ilmu, membantu orang tua di rumah, menyimak ceramah agama Islam (di masjid atau melalui radio dan televisi), dan memberi sedekah kepada orang miskin. Dalam kaitannya dengan memahami Alquran, menuntut ilmu, dan menyimak ceramah agama Islam, kita dapat memanfaatkan bahasa Indonesia untuk melaksanakan ketiganya dalam mengisi ibadah puasa kita pada bulan Ramadan. Bagaimana carannya? Untuk menjawab pertanyaan ini marilah kita pahami paparan saya berikut ini.
Alquran merupakan wahyu Allah yang diturunkan malalui malaikat Jibril a.s. kepada Muhammad saw. untuk disampaikan ke seluruh manusia. Alquran yang sudah di tangan manusia pada mulanya berbahasa Arab dan kini sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, termasuk dalam bahasa Indonesia. Di negara kita sudah banyak terjemahan sekaligus tafsir-tafsir Alquran berbahasa Indonesia yang dikarang oleh para ahli tafsir Alquran, seperti tafsir Al-Azhar karangan Prof. Dr. Buya Hamka yang terkenal sampai di negara Malaysia dan Negara tetangga lainnya. Untuk memahami Alquran, kita dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan membaca terjemahan sekaligus tafsir-tafsir berbahasa Indonesia. Pada bulan Ramadan, kita dapat mengisi waktu berpuasa kita dengan membaca tafsir-tafsir Alquran berbahasa Indonesia tersebut. Dengan demikian, kita tidak hanya mampu membaca Alquran, tetapi juga mengerti arti dan maksudnya. Dengan kata lain kita dapat memanfaatkan bahasa Indoensia untuk memahami isi Alquran melalui tafsir berbahasa Indonesia yang kita baca tersebut.
Menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi kita sebagai umat Islam dan termasuk salah satu ibadah. Dari jenjang pendidikan dasar hingga jenjang pendidikan tinggi, bahkan di masyarakat, umat Islam di Indonesia dapat menuntut berbagai ilmu. Di negara kita berbagai ilmu tersebut sebagian besar disajikan dalam bahasa Indonesia. Artinya, bahasa Indonesia dapat kita manfaatkan untuk menuntut ilmu dari jenjang pendidikan dasar hingga jenjang pendidikan tinggi, bahkan di masyarakat luas seperti melalui buku-buku berbahasa Indoesia. Jadi, pada bulan Ramadan kita dapat menuntut ilmu seperti paparan di atas dengan memanfaatkan bahasa Indonesia.
Menyimak ceramah agama dapat kita lakukan secara langsung dan tidak langsung. Para ulama dalam menyampaikan ceramah agama Islam sebagian besar menggunakan bahasa Indonesia. Untuk memahami agama Islam kita dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan menyimak uraian ceramah yang disampaikan para ulama tersebut. Pada bulan Ramadan, kita dapat mengisi waktu berpuasa kita dengan menyimak ceramah agama berbahasa Indonesia. Dengan kata lain kita dapat memanfaatkan bahasa Indoensia untuk mengisi bulan Ramadan melalui kegiatan menyimak cermah agama berbahasa Indonesia secara langsung di masjid, maupun melalui siaran radio dan televisi.
Dengan memanfaatkan bahasa Indonesia seperti yang sudah saya paparkan di atas tadi, semoga kita menjadi orang yang bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa sebagaimana yang diperintahkan Allah swt dalam penggalan awal ayat 102 surah Al-Imran, yakni “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa….” Amin ya rabbalalamin! Bagaimana menurut Anda?

TULISAN TERBARU MAHMUD JAUHARI ALI


Menyoroti Pemakaian "Nol"

dan "Kosong" di Masyarakat


Mahmud Jauhari Ali
Pencinta Bahasa dan Sastra


Berbahasa Indonesia dengan benar dalam komunikasi merupakan sebuah bukti kecintaan kita kepada bangsa, negara, dan tanah air kita. Bahasa Indonesia tidak dapat kita lepaskan dengan rakyat Indonesia itu sendiri karena rakyat Indonesia adalah pengguna sekaligus pendukung bahasa Indonesia. Hidup dan matinya bahasa Indonesia sebenarnya tergantung pemakaiannya oleh rakyat Indonesia. Kita sebagai rakyat Indonesia harus memakai bahasa Indonesia secara baik dan benar untuk melestarikan dan menduniakan bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia itu sendiri sebnarnya merupakan sebuah kebutuhan bagi kita untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain. Apa jadinya jika kita tidak memakai bahasa Indonesia saat ingin berkomunikasi dengan orang yang tidak menguasai bahasa daerah kita. Tentunya kita kesulitan dalam mengungkapkan isi pikiran dan perasaan kita kepada orang lain tersebut. Dalam kaitannya dengan pemakaian bahasa Indonesia oleh masyarakat, terdapat satu masalah yang hingga saat ini masih terjadi.
Kita tentu sering mendengar orang menggunakan kata kosong untuk menyebut angka yang dilambangkan dengan “0” di masyarakat. Hal ini kerap kita dengar saat orang menyebut angka tersebut di awal nomor telepon seluler. Contohnya, kosong delapan sembilan belas dan seterusnya. Jika kita perhatikan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga tahun 2001, kata kosong itu mengandung beberapa makna. Makna pertama ialah ‘tidak berisi’. Makna yang pertama ini dapat kita pakai dalam kalimat seperti, Lemari kosong ini dapat kita gunakan untuk menyimpan pakaian anak-anak kita. Makna kedua ialah ‘tidak berpenghuni’. Makna yang kedua ini dapat kita pakai dalam kalimat seperti, Rumah itu sudah lama kosong. Makna-makna lainnya dari kata kosong ini ialah ‘hampa’, ‘tidak mengandung arti’, ‘tidak bergairah’, ‘tidak ada yang menjabatnya’, ‘tidak ada sesuatu yang berharga’, dan ‘tidak ada muatannya’.
Makna-makna dari kata kosong di atas tidak ada satu pun yang mengarah kepada kata bilangan. Padahal angka yang dilambangkan dengan “0” merupakan kata bilangan. Dengan melihat makna-makna kata kosong tersebut, tentulah kita tidak tepat memakai kata kosong untuk menyebut angka yang dilambangkan dengan “0” seperti dalam deret pertama nomor telepon seluler. Lalu adakah kata dalam bahasa Indonesia yang tepat untuk kita gunakan dalam menyebut angka yang dilambangkan dengan “0” itu? Jawabanya adalah ada. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga tahun 2001 terdapat kata nol yang bermakna ‘bilangan yang dilambangkan dengan 0’. Kata nol inilah yang tepat kita pakai untuk menyebut angka yang dilambangkan dengan “0”.
Melihat kenyataan di masyarakat kita saat ini dan kita kaitkan dengan kebenaran dalam pemakaian bahasa Indonesia, sudah saatnya kita tidak menggunakan kata yang salah seperti kata kosong tersebut. Jika kita ingin menyebut angka-angka dalam nomor telepon seluler, pakailah kata yang benar dalam bahasa Indonesia. Misalnya 085751076399 pakailah kata nol untuk menyebut angka pertama dan ketujuh dalam nomor telepon tersebut. Kita sebaiknya tidak menggunakan kata kosong untuk menyebut angka pertama dan ketujuh dalam nomor telepon contoh di atas. Hal ini disebabkan kata kosong bukanlah kata bilangan.
Sebagaimana yang sudah saya paparkan di atas, marilah kita berusaha untuk berbahasa Indonesia secara baik dan benar. Dalam hal ini tentunya kata yang benar untuk menyebut angka yang dilambangkan dengan “0” juga harus kita pakai. Kata yang benar untuk penyebutan angka yang dilambangkan dengan “0” ini adalah kata nol karena kata nol bermakna ‘bilangan yang dilambangkan dengan 0’. Pemakaian kata yang salah dalam berbahasa Indonesia saharusnya kita hindari sejauh mungkin. Berbahasa Indonesialah secara baik dan benar untuk menuju masyarakat madani dalam hal berbahasa. Bagaimana menurut Anda?

TULISAN TERBARU MAHMUD JAUHARI ALI

HUT RI Bukan Perayaan Semata

Mahmud Jauhari Ali
Pencinta Bahasa dan Sastra


=====Setiap tahun seluruh rakyat Indonesia merayakan hari ulang tahun Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Pada hari itu bendera merah putih dikibarkan hampir di setiap halaman atau pagar rumah warga Indonesia. Umbul-umbul yang berwarna-warni juga sengaja dipasang warga untuk memeriahkan hari ulang tahun Republik Indonesia itu setiap tahunnya. Bahkan, berbagai lomba pun diadakan warga di seluruh tanah air guna menyemarakkan hari peringatan kemerdekaan negara kita. Akan tetapi, setujukah Anda bahwa hari ulang tahun Republik Indonesia hanya sebuah perayaan?
=====Peringatan apa pun tentulah tidak bermakna jika hanya menjadi sebuah perayaan. Peringatan kemerdekaan Republik Indonesia seharusnya menjadi renungan bagi kita atas perjuangan para pahlawan dulu hingga mereka dapat meraih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 silam. Kita harus menghayati dan melanjutkan perjuangan para pahlawan dahulu. Memang benar bahwa saat ini kita sudah berada di zaman kemerdekaan. Dengan kata lain, kita sudah bebas dari tangan penjajah. Walaupun demikian, kita harus tetap meneruskan perjuangan mereka dengan mengisi pembangunan negara Indonesia. Kenyataan yang ada di lapangan saat ini masih banyak generasi penerus bangsa ini yang belum menghayati dan meneruskan perjuangan para pahlawan dulu. Buktinya? Generasi muda kita masih banyak yang gemar mengonsumsi narkoba daripada bersungguh-sungguh mengisi pembangunan dengan hal-hal yang positif. Sebagian orang dewasa di Indonesia juga belum menghayati dan meneruskan perjuangan para pahlawan dahulu. Apa kenyataannya? Lihat saja berapa koruptor yang ada di negara kita. Uang untuk pembangunan bangsa telah mereka salah gunakan. Ini adalah kenyataan yang sangat memilukan hati rakyat Indonesia. Hal terakhir tadi harus diberantas oleh pemerintah secepatnya karena jika tidak, bangsa Indonesia menjadi lambat majunya.
=====Selain itu, masih banyak rakyat Indonesia yang kurang berbahasa Indonesia secara baik dan benar. Berbahasa Indonesia secara baik dan benar merupakan bentuk nyata menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Bukankah bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia? Keutuhan bangsa Indonesia merupakan salah satu modal awal dalam proses pembanguna negara kita. Kurangnya penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar ini dapat kita lihat dari banyaknya iklan-iklan produksi orang Indonesia yang menggunakan bahasa inggris dan bahasa gaul. Contoh lainnya adalah maraknya penggunaan bahasa gaul dalam sinetron di Indonesia. Kenyataan-kenyataan yang memprihatinkan mengenai penggunaan bahasa Indonesia ini merupakan tindakan yang tidak menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
=====Jika kita kembali kepada masalah perayaan hari ulang tahun Republik Indonesia yang diadakan setiap tahunnya dengan semangat 1945, seharusnya pembangunan di Indonesia sudah berjalan dengan baik. Anehnya, pembangunan di negara kita belum menggembirakan. Sebagai usaha agar pembangunan di negara kita berjalan dengan baik, tidak ada salahnya kita benar-benar menghayati dan meneruskan perjuangan para pahlawan dulu. Momen perayaan hari ulang tahun kemerdekaan dapat kita manfaatkan untuk memupuk penghayatan dan perjuangan kita dalam membangun bangsa Indonesia. Membangun bangsa Indonesia dapat kita lakukan dari hal-hal yang sederhana di sekitar kita. Apa hal-hal yang sederhana itu? Menghindari pemakaian narkoba merupakan salah satu hal kecil yang dapat kita lakukan untuk membangun bangsa ini. Membuang sampah pada tempatnya juga termasuk hal sederhana yang dapat kita lakukan untuk membangun bangsa ini. Jika lingkungan bersih, kita pun akan sehat. Dengan kesehatan masyarakat yang tinggi, secara otamatis bangsa kita pun akan dapat menuju masyarakat Indonesia yang sehat. Ingat! Saat ini bangsa Indonesia belum dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat. Hal sederhana lainnya adalah berbahasa Indonesia secara baik dan benar. Berbahasa Indonesia tidaklah sulit, tetapi dengan berbahasa Indonesia bangsa kita dapat kukuh seperti penjelasan di atas. Dengan berbahasa Indonesia bangsa kita juga akan memiliki ciri kebangsaan. Ciri kebangsaan yang saya maksud adalah bangsa Indonesia berciri sebagai bangsa yang memiliki bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa kenegaraan. Kita tentu tidak ingin bangsa Indonesia tidak memiliki ciri kebangsaan ‘kan?
=====Hal penting yang harus kita perhatikan dalam membangun bangsa Indonesia adalah sikap jiwa yang bersih, seperti kejujuran, kesetiaan, dan etos kerja yang kesemuanya dilandasi iman kita kepada Tuhan YME. Sikap-sikap jiwa inilah yang memengaruhi perbuatan lahir kita dalam membangun bangsa Indonesia. Dengan jiwa bersih, orang-orang Indonesia akan terhindar dari korupsi dan perbuatan tercela lainnya yang mengambat proses pembangunan bangsa kita. Berdasarkan uraian di atas, marilah kita jadikan peringatan hari ulang tahun Republik Indonesia bukan sebagai perayaan semata, malainkan sebagai upaya kita untuk membangun bangsa Indonesia ke arah kemajuan. Bagaimana menurut Anda?

TULISAN TERBARU MAHMUD JAUHARI ALI

Minimnya Pemakaian Bahasa Banjar

dalam Sastra Modern

Mahmud Jauhari Ali
Pencinta Bahasa dan Sastra


=====Sastra di Kalimantan Selatan sudah tumbuh dan berkembang sejak zaman dahulu. Nenek moyang masyarakat Banjar sudah mengenal sastra daerah jauh sebelum sastra modern mewarnai kehidupan kita saat ini. Mereka pada zaman dahulu sudah pandai menciptakan dan menggunakan mantra Banjar yang merupakan salah satu sastra daerah jenis puisi lama di Kalimantan Selatan. Beragam mantra diciptakan oleh nenek moyang masyarakat Kalimantan Selatan zaman dahulu. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Kalimantan Selatan zaman dahulu dalam menciptakan karya sastra adalah bahasa Banjar. Begitu pula dengan sastra lama lainnya yang termasuk sastra daerah masyarakat Kalimantan Selatan, seperti madihin, lamut, mamanda, dan wayang gong, semuanya bermedia bahasa Banjar.
=====Lain dulu, lain pula sekarang. Dahulu media yang digunakan dalam bersastra di Kalimantan Selatan adalah bahasa Banjar. Hal ini dapat dipahami karena pada zaman dahulu bahasa Banjar merupakan satu-satunya bahasa perantara di Kalimantan Selatan. Bahasa Indonesia belum ada pada zaman masyarakat Kalimantan Selatan dahulu. Sastra modern saat ini sangat banyak kita temukan di Kalimantan Selatan yang pengarangnya sebagian besar adalah masyarakat asli provinsi ini. Sebagian besar sastra modern diolah dengan menggunakan bahasa Indonesa karena pada saat ini masyarakat Kalimantan Selatan telah mengenal dan mampu berbahasa Indonesia. Perhatikan saja karya-karya sastra modern jenis puisi, prosa piksi, dan drama di Kalimantan Selatan, sebagian besar bermedia bahasa Indonesia. Jarang kita temukan karya sastra modern bermedia bahasa Banjar, baik dalam bentuk terbitan surat kabar lokal maupun dalam bentuk terbitan buku kumpulan tulisan sastra. Misalnya saja puisi di surat kabar, sebagian besar bermedia bahasa Indonesia. begitu pula cerpen yang setiap minggu dimuat di surat kabar lokal, bermedia bahasa Indonesia. Buku kumpulan puisi dan kumpulan cerpen yang sedang marak diolah oleh para sastrawan di Kalimantan Selatan pun sebagian besar menggunakan bahasa Indonesia.
=====Memang tidak dapat kita pungkiri bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa persatuan bangsa Indoensia. Akan tetapi, kita perlu ingat bahwa bahasa Banjar merupakan salah satu bahasa daerah yang harus kita lestarikan sebagai bentuk kecintaan dan kesyukuran kita dalam hal bahasa. Bahkan, dalam penjelasan pasal 36 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”, tercantum dengan tegas, “Di daerah-daerah yang memunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik, bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara” dan “Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup” Salah satu bentuk nyata pelestarian bahasa Banjar adalah dengan memakai bahasa Banjar itu dalam karya sastra modern agar pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa Banjar di Kalaimanan Selatan dalam karya sastra modern seimbang.
=====Meskipun kenyataan yang paling menonjol adalah sastra yang membutuhkan bahasa sebagai medianya. Namun, sebenarnya bahasa juga membutuhkan sastra dalam pelestariannya. Pemakaian bahasa tertentu dalam karya sastra berdampak positif terhadap pelestarian bahasa tertentu tersebut. Sebagai contoh, pemakaian bahasa Banjar dalam karya sastra berdampak positif terhadap pelestarian bahasa Banjar. Kenyataan pada saat ini adalah pemakaian bahasa Banjar dalam karya sastra modern masih minim. Pemakaian bahasa Indonesialah yang sedang marak dijadikan sebagai media dalam karya sastra modern di Kalimantan Selatan saat ini. Dengan minimnya pemakaian bahasa Banjar dalam karya sastra modern di Kalimantan Selatan, sudah saatnya pemakaian bahasa Banjar dalam karya sastra modern kita tingkatkan guna pelestarian bahasa Banjar di Kalimantan Selatan.
=====Sebagai warga Indonesia kita memang harus memakai bahasa Indonesia secara baik dan benar. Akan tetapi, sebagai masyarakat Banjar kita juga harus ikut melestarikan bahasa Banjar. Salah satu bentuk nyata pelestarian bahasa Banjar adalah dengan memakai bahasa Banjar dalam karya sastra. Hal ini juga dimaksudkan agar pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa Banjar dalam karya sastra di Kalimantan Selatan seimbang. Bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAKAN ANDA BERKOMENTAR!